Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma
Nie Shuangshuang akhirnya diantar pulang oleh Shen Luo.
Xia Yiyang memperkenalkan Shen Luo sebagai teman kuliah dan Nie Shuangshuang hanya mendengus dari hidungnya sebagai tanda setuju.
Karena sudah tua, Nie Shuangshuang duduk di kursi belakang, sementara Xia Yiyang duduk di kursi penumpang depan dan dengan santai membungkuk untuk mengatur GPS mobil.
“Di mana alamatnya?” Shen Luo mendekatkan wajahnya ke Xia Yiyang. “Biar aku yang atur.”
Xia Yiyang menjawab, “Vanke Changfeng Villa… Sudah, ketemu.”
Shen Luo tersenyum padanya.
Setelah mobil melaju, Nie Shuangshuang akhirnya bertanya, “Apa pekerjaanmu Xiao Shen?”
Shen Luo sempat terdiam sejenak, lalu melihat ke arah kaca spion dan menjawab santai, “Aku kerja di Komisi Regulasi Perbankan, bisa dibilang rekan kerja Xia Yiyang.”
Nie Shuangshuang langsung bertanya, “Apa jabatanmu?”
Xia Yiyang buru-buru menjawab, “Dia adalah pemimpin departemen regulasi.”
Nie Shuangshuang mendecak, “Apakah aku bertanya padamu?”
Meskipun terdengar galak, tapi begitu mendengar kata “pimpinan”, Nie Shuangshuang tampak puas.
“Lalu, berapa gaji tahunanmu?” lanjut Nie Shuangshuang.
Shen Luo tertawa, “Itu jelas tidak sebanyak Xia Yiyang, tapi aku punya tabungan. Aku sempat menabung saat aku berada di luar negeri sebelumnya.”
Nie Shuangshuang mengangguk pelan lalu mengalihkan topik, “Kerja yang stabil dan santai itu bagus. Apakah kamu sudah membeli rumah?”
“…” Xia Yiyang benar-benar tidak tahu apa yang ingin dilakukan ibunya, “Apakah ibu sedang memeriksa pendaftaran rumah tangga?”
Nie Shuangshuang mendecak, “Tidak perlu ikut campur, diamlah.”
Shen Luo menjawab dengan tenang, “Tidak masalah. Aku tinggal di Yu Yuan, sudah membeli rumah di sana.”
Nie Shuangshuang berseru, “Wah, rumah di sana sekarang cukup mahal.”
Shen Luo merendah, “Tidak terlalu.”
Suasana hening sejenak, tapi Nie Shuangshuang belum selesai. Ia melihat sekeliling dan tiba-tiba berkomentar, “Mobil ini juga bagus.”
Hari itu Shen Luo membawa Toyota Tundra versi terbaik. Setelah dihitung dengan pajak dan biaya lainnya, harga mobil itu sekitar 600 ribu yuan, masih kalah mencolok dibanding mobil-mobil merek Jerman macam BBA.
“Dia mengendarai truk pikap.” Xia Yiyang berkata untuk Shen Luo, “Seleranya tidak terlalu bagus.”
Nie Shuangshuang mencibir, “Ibu tidak mengerti selera anak muda seperti kalian.”
Xia Yiyang mengeluh, “Tadi ibu bilang aku sudah tua, sekarang mengatakan kalau aku masih muda.”
Nie Shuangshuang tertawa bangga, “Aku ibumu, jadi terserah aku ingin mengatakan apa. Kamu tidak boleh membantahnya!”
Begitu sampai di Changfeng Villa, Shen Luo turun dari mobil dan membukakan pintu untuk membantu Nie Shuangshuang keluar.
Wanita tua itu memanfaatkan kesempatan untuk mencubit lengan Shen Luo dan berkomentar, “Wah, ototmu bagus juga, ya.”
Shen Luo tersenyum tanpa berkata apa-apa.
Nie Shuangshuang kembali mengamatinya dengan seksama, “Wajahmu juga terlihat segar dan cerah.”
Shen Luo menjawab ramah, “Terima kasih, Bibi.”
Xia Yiyang tidak tahan lagi dan menyela, “Cukup Bu, jangan terlalu terpikat. Kalau Ayah melihat Ibu begini di luar, bisa-bisa dia cemburu.”
Nie Shuangshuang melotot ke arah putranya lalu berpesan, “Pulanglah untuk makan malam Sabtu depan. Ayahmu juga merindukanmu.”
Xia Yiyang mengangguk, “Baiklah, aku mengerti.”
Setelah Nie Shuangshuang masuk ke kompleks perumahan, Shen Luo dan Xia Yiyang kembali ke mobil.
Melewati pukul 10 malam, jalanan di Suzhou mulai sepi. Xia Yiyang melirik ke arah Shen Luo yang sedang mengemudi dan bertanya, “Apakah kamu menunggu di luar selama ini? Tidak pulang terlebih dulu?”
Shen Luo berhenti di lampu merah, menoleh dan menyandarkan kepalanya di tangan, “Aku sempat pergi makan.”
Xia Yiyang menghela napas, “Kamu ini benar-benar, kenapa kamu sebodoh itu?”
Shen Luo hanya tersenyum tanpa menjawab. Lampu lalu lintas berubah hijau dan dia kembali menginjak pedal gas.
Xia Yiyang lalu bertanya lagi, “Kamu tidak kedinginan?”
Shen Luo berkata, “Aku memakai baju tebal, tenang saja.”
Xia Yiyang membalas, “Omong kosong, hidungmu saja sampai memerah karena kedinginan.”
Shen Luo refleks mengangkat tangan dan menyentuh hidungnya.
Xia Yiyang tertawa terbahak-bahak.
Shen Luo berkata tak berdaya, “Aku sedang menyetir.”
Xia Yiyang pun kembali diam.
Beberapa saat kemudian, Shen Luo tiba-tiba bertanya, “Tadi… apakah ibumu menanyakan sesuatu?”
“?” Xia Yiyang bingung, “Tidak.”
Shen Luo hanya bergumam, “Hmm,” lalu tidak bertanya lagi.
Saat hampir sampai rumah, Xia Yiyang baru menyadarinya, “Apakah menurutmu ibuku sudah tahu?”
Shen Luo menghela napas, “Aku hanya ragu.”
Dia memarkir mobilnya, membungkuk untuk melepaskan sabuk pengaman Xia Yiyang. Saat bangkit, bibirnya secara lembut menyentuh bibir Xia Yiyang.
“Aku hanya khawatir orang tuamu akan mempersulitmu,” bisik Shen Luo di antara ciuman ringan, “sekarang, begini saja sudah cukup baik…”
Xia Yiyang sebenarnya tidak begitu mengerti apa yang dikhawatirkan Shen Luo.
Bagaimanapun, yang berinisiatif untuk menyatakannya adalah dirinya, bukan Shen Luo. Bahkan jika orang tuanya marah, Shen Luo pun tidak akan terkena imbasnya.
Xia Yiyang tahu dirinya orang yang cukup penakut, tapi untuk hal yang menyangkut Shen Luo, dia masih punya sedikit keberanian.
Namun tampaknya, keberanian itu tidak terlalu diinginkan oleh Shen Luo.
Pada akhir Desember, pekerjaan di Komisi Regulasi Perbankan mulai sibuk. Shen Luo harus memimpin tim untuk melakukan inspeksi selama seminggu di Bank pertanian komersial cabang Changshu, sebuah perjalanan bisnis jangka pendek.
Karena Senin pagi ia harus berangkat, Shen Luo mulai berkemas pada Minggu malam.
Xia Yiyang menemani di samping sambil melihat Shen Luo melipat celana dalamnya. “Apakah kamu sudah memesan hotel?”
Shen Luo menjawab, “Di dekat Gunung Yu. Aku akan mengambil gambar untukmu saat aku sampai di sana.”
Xia Yiyang bertanya lagi, “Apakah kamu perlu minum saat keluar untuk pemeriksaan?”
“Mungkin,” kata Shen Luo sambil mengulurkan tangan, “Berikan aku baju tidur itu.”
Xia Yiyang menyerahkannya, “Aku akan membawakanmu obat mabuk, oke.”
Shen Luo tersenyum, “Oke.”
Xia Yiyang berpikir sejenak, “Apakah kamu ingin aku meluangkan waktu untuk menemanimu semalam?”
Shen Luo menolak, “Tidak perlu repot-repot menyetir 80 kilometer hanya untuk menemaniku tidur. Kamu akan kelelahan keesokan harinya saat menyetir pulang.”
Xia Yiyang pun terdiam dengan wajah kecewa.
Shen Luo meliriknya, lalu merentangkan kaki dan menarik Xia Yiyang ke pelukannya.
Xia Yiyang menahan tawa sambil bertanya, “Ada perintah apa, Tuan Shen?”
Shen Luo mengusap pantatnya sambil berkata, “Dengarkan aku, tetaplah di rumahku, tidur di ranjangku, dan tunggu aku pulang.”