Penerjemah: Rusma
Proofreader: Keiyuki
Mungkin ada ratusan ribu Chen Gong di dunia ini, tapi hanya ada satu Shen Qiao.
Begitu kata-kata itu keluar, semua orang menoleh dan benar saja, lelaki setengah baya itu tidak terlihat di mana pun. Udara semakin pekat di hadapan mereka; disapu oleh hembusan angin, pasir membentuk pusaran di tanah. Jarak pandang telah turun ke titik terendah. Di tengah badai pasir yang bertiup, Shen Qiao bahkan tidak dapat mengenali siapa Chen Gong, apalagi lelaki setengah baya itu.
Murong Qin berjalan ke depan kelompok itu. Ia menarik Chen Gong dan berteriak, “Tuanku. Anginnya terlalu kencang. Mari kita berlindung di pinggir untuk saat ini!”
Chen Gong menggertakkan giginya dan membantah, “Itu tidak akan berhasil. Tidak ada dari kita yang tahu jalan di sini. Kita harus mengikuti orang itu dari dekat!”
Segera setelah dia selesai, badai pasir semakin kuat, dan dengan mengangkat kepala, seseorang dapat melihat awan gelap membawa pasir kuning menyapu melintasi daratan. Pasir membuat mata mereka berair dan penglihatan mereka kabur. Dalam keadaan seperti itu, bahkan ahli bela diri yang luar biasa tidak akan mampu melawan kekuatan besar Surga. Mereka hanya bisa mengencangkan jubah dan kain penutup mereka, namun badai masih membuat sangat sulit bagi siapa pun untuk bergerak selangkah pun.
Shen Qiao mencoba membungkukkan tubuhnya semampunya untuk mengurangi kekuatan angin sambil memegang erat pergelangan tangan Yan Wushi.
Karena waspada, kuda-kuda itu mulai menggeliat dan menendang dengan gelisah. Shen Qiao tidak melihat, dan saat ia menyadarinya, ia telah kehilangan kendali di tangannya. Ia menoleh ke belakang, tetapi kuda-kuda itu telah pergi.
Yang terdengar hanyalah desiran angin di dekat telinganya, dan tak ada warna lain selain warna kuning menyilaukan di depan matanya.
“Tuanku, lewat sini…”
Shen Qiao samar-samar mendengar Murong Qin berkata demikian. Ia bergegas menuju ke arah suara itu. Tiba-tiba, ia kehilangan langkahnya dan mendapati dirinya meluncur turun!
Di bawahnya tampak seperti jurang yang tak berdasar. Lerengnya sangat curam sehingga Shen Qiao merasa seperti telah jatuh selama berabad-abad tetapi dia masih belum menginjak tanah yang kokoh.
Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama sebelum akhirnya dia merasa lerengnya menjadi sedikit landai. Shen Qiao menekan batu di belakangnya dan berhasil menstabilkan dirinya di lereng.
Di sana gelap gulita. Bahkan jari-jarinya sendiri tidak terlihat. Namun baginya, situasi ini terasa cukup familiar, perasaan yang sudah lama tidak ia alami.
Angin yang bersiul di dekat telinganya menghilang. Dunia di sekitarnya menjadi sunyi senyap.
Semua kecuali suara napas cepat dan lemah yang datang dari bawah.
“Siapa di sana?” tanya Shen Qiao.
Napasnya terhenti. Setelah beberapa saat, seseorang berkata dengan suara samar, “…Ini aku.”
Shen Qiao meraba-raba dengan tangannya untuk merasakan arah tanjakan. Setelah beberapa kali melompat, dia mencapai sumber suara, dan bertanya, “Mengapa kamu di sini?”
Dia ingat dengan jelas bahwa dia telah melepaskan tangan Yan Wushi sebelum dia terjatuh.
Yan Wushi berkata, “Ah-Qiao, kurasa tanganku terkilir. Dan kepalaku juga sakit…”
Shen Qiao: “…”
Kepalamu masih retak. Akan lebih mengejutkan jika tidak merasakan sakit setelah kamu jatuh dari ketinggian seperti ini.
Dia tidak punya pilihan lain selain berjalan mendekat dan bertanya, “Yang mana?”
“Tangan kananku.”
Shen Qiao meraba-raba dan memperbaiki sendi yang terkilir miliknya. Lawan bicaranya menggerutu pelan, tetapi kali ini dia tidak mengeluh kesakitan.
“Tunggu aku di sini. Aku akan pergi melihat apa yang ada di depan kita,” kata Shen Qiao kepadanya.
Begitu dia hendak melangkah pergi, Yan Wushi segera mencengkeram ujung jubah Shen Qiao.
Shen Qiao bertanya, “Bukankah kepalamu akan lebih sakit jika kamu bangun dan berjalan sekarang?”
“… Tidak.”
Shen Qiao tidak ingin membuang-buang waktu untuk berbincang-bincang. Ia juga takut jika mereka kehilangan arah di sini, mereka mungkin tidak dapat menemukan yang lain lagi. Jadi ia berkata, “Baiklah. Mari kita berjalan pelan-pelan dan menemukan Chen Gong terlebih dahulu.”
Sekalipun mereka berbicara pelan, masih ada gema yang tertinggal dalam suara mereka, yang menandakan bahwa mereka berada di suatu tempat yang cukup luas di bawah tanah —— seperti gua.
Namun semua yang terjadi begitu aneh sehingga mereka harus memastikan untuk tetap waspada…
Tanah di bawahnya ditutupi bebatuan yang tidak rata. Orang bisa dengan mudah tersandung jika mereka terlalu ceroboh. Namun, bebatuan ini tampaknya tidak tersusun dalam pola acak. Shen Qiao membungkuk dan menyentuh beberapa di antaranya. Yang mengejutkannya, bebatuan itu dipotong dengan rapi menjadi bentuk yang jelas dan bahkan memiliki tanda pahatan di permukaannya, yang semuanya menunjukkan bahwa itu sebenarnya hasil buatan manusia.
Yan Wushi bertanya, “Ruoqiang?”
Mungkin karena terjatuh tadi, dia mengalami gegar otak lagi — suaranya terdengar agak gemetar. Dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak berbicara dan meringkas kalimat seperti, “Mungkinkah tempat ini adalah Ruoqiang yang mereka bicarakan,” menjadi hanya dua suku kata.
Shen Qiao setuju, “Itu mungkin.”
Dia mengeluarkan sebatang obor dan menyalakannya.
Cahaya api itu hanya cukup untuk menerangi area kecil di sekitar mereka. Namun, begitu Shen Qiao melihat tempat mereka berada, hatinya langsung mencelos.
Tempat mereka berdiri saat ini belumlah dasarnya, karena hanya beberapa langkah di samping mereka, tanah kembali turun tajam, membentuk lubang besar tanpa dasar. Jika mereka tidak jatuh di sana tetapi malah bergerak sedikit lebih cepat dan langsung ke “jurang” itu, akan sulit untuk mengatakan seperti apa mereka sekarang.
Tepat di saat ini, Yan Wushi tiba-tiba berbisik di dekat telinga Shen Qiao, “Ah-Qiao, kurasa aku melihat seseorang di sana tadi.”
Shen Qiao bertanya, “Apakah kamu melihat siapa orang itu?”
Namun kalimat Yan Wushi berikutnya sedikit menegangkan, “Menurutku itu bukan ‘orang’.”
Tongkat api di tangan mereka membuat mereka sangat mencolok dalam kegelapan. Jika Chen Gong atau anak buahnya melihat mereka, tidak ada alasan bagi mereka untuk tetap diam.
Namun, hanya ada satu jalan bagi mereka. Jika mereka tidak maju, mereka hanya bisa mundur.
Shen Qiao berkata, “Kalau begitu, mari kita pergi ke arah yang berlawanan.”
Jalannya sangat sempit dan hanya memungkinkan satu orang lewat dalam satu waktu.
Cahaya api itu berkedip-kedip dan hendak padam, sementara kegelapan begitu luas dan tak terbatas. Manusia menjadi sangat kecil dan tak berarti sehingga mereka dapat ditelan oleh kegelapan kapan saja.
Yan Wushi tiba-tiba bertanya, “Bagaimana perasaanmu saat kamu buta sebelumnya?”
Shen Qiao sedikit terkejut. Setelah terdiam beberapa saat, dia berkata, “Tidak ada yang istimewa. Kamu akan terbiasa dengan hal itu.”
“Mengapa kamu tidak membenci orang lain karena hal itu?”
Shen Qiao berpikir sejenak dan menjawab, “Aku memang punya keluhan, tapi tidak sampai tingkat kebencian. Sangat melelahkan ketika seseorang membebani dirinya sendiri. Memang benar ada banyak orang jahat di dunia ini, tapi ada juga banyak orang yang bersedia mengulurkan tangannya untuk membantu. Aku ingin mengingat mereka, bukan hal-hal yang hanya membuatku merasa putus asa dan menderita.”
Yan Wushi menghela napas, “Tapi yang kulihat selama perjalanan kita hanyalah orang-orang yang memperlakukanmu dengan buruk. Tanpamu, Chen Gong tidak akan sekaya sekarang. Dia tidak hanya tidak mengingat kebaikan yang telah kamu lakukan padanya, tapi dia bahkan membalasnya dengan permusuhan, mengancammu untuk menjelajahi Ruoqiang bersamanya.”
Shen Qiao berkata datar, “Ada juga orang baik. Kamu hanya tidak tahu. Dulu ketika kamu menyerahkanku kepada Sang Jingxing dan aku terpaksa menghancurkan pondasiku sendiri untuk menjatuhkannya, kalau bukan karena pendeta Tao kecil yang tinggal di Biara Naga Putih —— yang kebetulan adalah anak muda yang kita selamatkan tempo hari di luar Kota Prefektur Xiang —— karena menyelamatkanku tepat waktu, aku tidak akan berdiri di sini dan berbicara denganmu hari ini. Setelah itu, ketika Sekte Harmoni datang mencariku, meskipun kepala biara tahu bahwa dia bisa menyelamatkan hidupnya sendiri dengan menyerahkanku kepada mereka, dia tetap mati untukku. Karena orang-orang seperti mereka ada, bagaimana mungkin aku berani membiarkan diriku terbawa oleh kebencian? Hati Shen Qiao agak kecil. Hanya ada cukup ruang untuk orang baik seperti mereka. Sedangkan untuk mereka yang tidak layak untuk dikenang, aku tidak punya apa-apa untuk disisihkan, bahkan kebencian sekalipun.”
“Bagaimana dengan Yan Wushi? Apakah kamu juga tidak membencinya?”
“Jika bukan karena fakta bahwa kematianmu kemungkinan besar akan memengaruhi kondisi politik Zhou Utara atau bahkan seluruh dunia, kita tidak akan melakukan pembicaraan ini.”
Yan Wushi tertawa, “Jadi kamu masih membencinya. Hanya saja kamu terlalu pemaaf dan berhati lembut sehingga kebencianmu pun tidak bertahan lama. Ah-Qiao, kelemahanmu sangat kentara. Itulah sebabnya siapa pun dapat menggunakannya untuk melawanmu seperti Chen Gong. Jika kamu mengendalikannya sejak awal dan mengancamnya untuk menyerahkan kakek Bona, itu akan menjadi pilihan yang jauh lebih baik daripada mengikutinya sampai ke sini.”
Shen Qiao berkata, “Kamu benar. Aku bisa saja melakukan itu. Tapi kamu tidak akan bisa lepas dari mereka. Apakah kamu bilang aku seharusnya meninggalkanmu begitu saja?”
Yan Wushi berkata dengan lembut, “Tidak, tapi aku mengerti alasan mengapa aku yang dulu memperlakukanmu seperti itu. Karena dia memang orang yang curiga dan tidak pernah percaya pada siapa pun. Tidak peduli seberapa baik dirimu, dia akan selalu ingin mengeluarkan sisi gelapmu. Dia tidak mengerti bahwa kamu hanyalah dirimu sendiri. Mungkin ada ratusan ribu Chen Gong di dunia ini, tapi hanya ada satu Shen Qiao.”
Shen Qiao menghela napas, “Sekarang aku agak yakin kalau kamu benar-benar bukan dia, karena Yan Wushi tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu.”
Yan Wushi berkata dengan lembut, “Tentu saja aku bukan dia. Namaku Ah-Yan!”
“…Apa kamu tidak sakit kepala? Kenapa kamu masih bisa banyak bicara?”
Yan Wushi berhenti mengatakan apa pun.
Saat mereka berbincang-bincang, mereka berjalan dalam satu barisan selama sekitar dua atau tiga menit.
Shen Qiao tiba-tiba berhenti.
Tongkat api itu, setelah memancarkan cahaya terakhirnya, padam dalam kegelapan.
Ada sedikit kebingungan dalam suaranya, “Apakah kita baru saja kembali ke tempat kita memulai?”
Di ujung jalan sempit itu ada pintu masuk gua yang gelap gulita, persis seperti yang mereka lihat di ujung lainnya.
“Mungkinkah tempat ini merupakan sebuah lingkaran tertutup, dan kita hanya berjalan dari satu ujung ke ujung lainnya?”
Begitu dia selesai berbicara, dia mendengar seseorang berkata dari depan, “Apakah Pendeta Tao Shen ada di sana?”
Itu suara Tuoba Liangzhe.
Shen Qiao meninggikan suaranya dan menjawab, “Ya! Kamu di mana?”
Tuoba Liangzhe berkata, “Aku juga jatuh dari atas, kepalaku terbentur dan pingsan, lalu baru bangun. Bolehkah aku bertanya apakah kamu melihat tuan dan anak buahnya?”
“Belum. Kami tidak bisa keluar dari sini setelah terjatuh. Apakah kamu sudah menemukan sesuatu?”
“Ada pintu masuk yang tampaknya mengarah ke tangga, tapi terlalu gelap untuk aku pastikan. Aku kehilangan tongkat apiku saat terjatuh. Apa kamu punya tambahan?”
“Kami punya satu lagi.”
Tidak peduli apa pun posisi politik mereka, mereka sekarang berada di perahu yang sama dan harus melakukan upaya bersama jika mereka ingin mencapai suatu tujuan.
Shen Qiao menyalakan tongkat api dan berjalan mendekat. Tuoba Liangzhe sudah menunggu mereka di pintu masuk. Melihat lebih dekat, tidak sulit untuk melihat noda darah besar di dahinya.
Tuoba Liangzhe bertanya, “Apakah kamu melihat jalan keluar lain dalam perjalananmu ke sini?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain turun.”
Tepat pada saat ini, Shen Qiao tiba-tiba melihat tangan berbulu di belakang Tuoba Liangzhe, kelima jarinya tertata rapi dan kukunya berkilau merah, siap untuk menempelkan dirinya di bahu pria itu.
Makhluk itu mendekat tanpa mengeluarkan suara. Bahkan mereka tidak melihatnya datang dan tidak tahu apakah itu manusia atau bukan .
Sebelum Shen Qiao mengatakan apa pun, Tuoba Liangzhe tampaknya merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dia berbalik dan segera menusukkan pedangnya ke depan.
Namun pedang itu tidak menembus tubuh makhluk itu. Seolah-olah bertemu dengan dinding besi, ujung pedang itu malah melengkung sedikit.
Tuoba Liangzhe segera mundur. Shen Qiao mendorong tongkat api itu ke tangan Yan Wushi sambil menghunus Pedang Surgawi yang Berduka dan menyerbu.
Sosok lainnya tinggi dan tegap dan tidak terlihat seperti orang lain dari kelompok mereka. Shen Qiao, mengingat bagaimana Yan Wushi mengatakan bahwa sosok itu “mungkin bukan manusia”, tidak berani mengambil risiko. Dibungkus oleh qi batin, pedangnya bersinar putih samar. Bahkan jika pihak lain adalah dinding besi sungguhan, pedang itu masih akan mampu menembusnya.
Namun, meskipun tubuhnya tampak berat dan kikuk, monster itu sangat cepat. Ia berputar dan berhasil menghindari pedang Shen Qiao. Seolah-olah ia lebih tertarik pada Tuoba Liangzhe, ia membuka cakarnya dan langsung menerkamnya!
Saat mereka semakin dekat, Shen Qiao bisa merasakan bau busuk menusuk wajahnya. Monster itu ditutupi rambut, matanya dipenuhi cahaya hijau samar, lebih mirip monyet.
Semuanya terjadi begitu cepat. Tuoba Liangzhe mengira Shen Qiao menanggung sebagian besar tekanan, tetapi dia tidak menyangka si monyet akan berusaha sekuat tenaga dan menyerbu ke arahnya lagi. Di sebelah kanannya ada jurang tak berdasar, dan di belakangnya ada Yan Wushi. Tidak banyak ruang baginya untuk menghindar. Dia tidak punya pilihan selain memanjat dinding batu sebelah kiri dan bergerak maju beberapa kaki hanya dengan beberapa lompatan.
Namun, si monyet mengejar mereka dengan ketat, memanjat dengan kecepatan yang bahkan lebih cepat dari para seniman bela diri ini! Ia akan segera menangkap Tuoba Liangzhe!
Orang lain menurunkan tubuhnya dan melangkah ke samping, lalu dia melakukan gerakan yang tidak diharapkan Shen Qiao ——
Dia mencengkeram Yan Wushi, berharap dapat melemparkan pria itu ke si monyet agar bisa membebaskan dirinya.
Saking terkejutnya, tangannya luput!