Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma
Ketenangan
Ah-Qing masih muda, tumbuh besar di Zhou, merasa nyaman dengan kehidupannya sekarang, dan belum pernah melihat dunia luar. Ketika tiba-tiba ada dua orang asing di rumahnya, rasa penasarannya tentu memuncak. Meski Paman Wu berulang kali mengingatkannya agar tidak mengganggu tamu-tamu itu, dia tetap memanfaatkan kesempatan saat mengantar makanan untuk sesekali berbincang dengan Shen Qiao.
Tentu saja, kalau yang dia temui adalah Yan Wushi, sekalipun diberi sepuluh keberanian, dia tak akan berani mengajak bicara. Anak muda itu punya naluri hampir seperti binatang liar—dia tahu siapa yang ramah dan siapa yang sebaiknya tidak diusik.
Hari itu, seperti biasa, dia mengetuk pintu kamar Shen Qiao sambil membawa makanan yang sudah disiapkan.
Tak ada jawaban dari dalam, tetapi itu sudah biasa baginya. Di pagi hari, setelah bangun, Shen Qiao biasanya berlatih pedang di halaman luar. Jadi, Ah-Qing langsung masuk, meletakkan keranjang di atas meja, dan mengeluarkan bubur serta lauk-pauk dari dalamnya.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di belakangnya. Ah-Qing berbalik dengan senyum lebar dan berkata, “Tuan Shen, kamu sudah kembali, kebetulan…”
Kalimatnya terhenti di tengah jalan. Dia hampir tersedak ludahnya sendiri. Dengan panik, dia bangkit tergopoh-gopoh, dan senyumnya yang ceria berubah menjadi canggung. “Salam, Tuan.”
“Kamu sepertinya tidak ingin melihatku,” Yan Wushi berkata sambil mengangkat alis, melangkah masuk dengan sikap santai seperti biasa.
Kali ini, ia tidak mengenakan pakaian wanita seperti saat pertama datang. Rambutnya juga kembali ke warna aslinya. Dengan jubah biru, senyum samar di wajahnya membuat pesonanya semakin terlihat.
Namun, entah kenapa Ah-Qing merasa takut. Ia bahkan tak berani menatap Yan Wushi secara langsung. Keceriaannya yang biasa pun lenyap seketika. Ia berdiri tegak dengan kedua tangan di sisi tubuhnya. “Ah-Qing tidak berani, Tuan. Paman Wu sudah mengingatkan Ah-Qing untuk selalu bersikap hormat dan tidak berbuat lancang.”
Sudut bibir Yan Wushi sedikit melengkung. Ia langsung duduk di depan meja dengan sikap santai. “Kamu begitu kaku padaku, tapi sangat santai dengan Shen Qiao. Jelas sekali kamu menyukainya, bukan?”
Ah-Qing tergagap, “Tuan Shen… dia orang yang baik!”
Yan Wushi mengangguk ringan. “Memang. Dia sangat baik pada siapa pun. Bahkan jika merasa terganggu, meski hatinya tidak nyaman, dia tidak akan menunjukkan wajah tidak sukanya.”
Dalam benak Ah-Qing, Shen Qiao adalah sosok yang sempurna dan memiliki semua kualitas yang ia kagumi—berperangai baik, rupawan, ahli seni bela diri, dan ramah kepada siapa pun. Dengan sifat seperti itu, bukan hanya Ah-Qing, bahkan anak seusianya pasti akan terpesona dan menyukainya.
Di rumah ini, Ah-Qing hanya ditemani oleh Paman Wu setiap harinya, tanpa teman sebaya untuk diajak bermain. Ketika Shen Qiao tiba-tiba hadir, wajar saja jika Ah-Qing merasa dekat dan ingin sering berbicara dengannya. Itu hal yang lumrah bagi seorang anak muda yang kesepian.
Namun, saat kata-kata itu keluar dari mulut Yan Wushi, maknanya berubah menjadi sesuatu yang berbeda—seakan mengandung sindiran. Mendengar hal tersebut, Ah-Qing merasa sedikit sedih dan kecewa. Ia berpikir, jadi, selama ini aku membuat Tuan Shen tidak nyaman?
Kepalanya tertunduk, tampak seperti anak anjing yang kehilangan semangat.
Tetapi Yan Wushi tidak menunjukkan sedikit pun rasa belas kasihan. Dengan nada sinis, dia menambahkan satu kalimat terakhir yang menusuk hati. “Jadi, kamu harus sadar diri.”
Ah-Qing hanya dapat menjawab pelan, “Baik.”
Suaranya terdengar lesu, seperti hampir menangis.
Saat itulah Shen Qiao masuk dari luar dengan pedang di tangan. Masih ada lapisan tipis keringat di wajahnya, tetapi itu membuat wajahnya tampak semakin putih, seolah-olah ditutupi dengan lingkaran cahaya samar.
“Ada apa?” Shen Qiao bertanya, melihat Yan Wushi duduk dengan santai sementara Ah-Qing berdiri kaku. Dia tidak mengerti situasinya.
“Lalu, kenapa kamu ada di kamarku?” Pertanyaan kedua langsung ditujukan kepada Yan Wushi.
Yan Wushi tersenyum tipis. “Aku mencium aroma masakan, jadi mampir untuk mencicipi.”
Shen Qiao mengernyitkan alis. “Bukankah Ah-Qing juga mengantarkan makanan ke kamarmu?”
Yan Wushi menjawab dengan santai, “Menyantap makananmu sendiri tidak akan pernah seenak makanan milik orang lain. Melihat orang lain makan dengan lahap, kita pun jadi lebih berselera untuk makan.”
Perkataan itu membuat Shen Qiao merasa semakin janggal. Dia tidak percaya sepatah kata pun. Rasanya ada sesuatu yang terjadi sebelum dia masuk ke ruangan.
“Ah-Qing?” Shen Qiao memanggil dengan suara lembut ketika melihat pemuda itu menunduk. “Ada apa denganmu?”
“T-tidak apa-apa! Tuan dan Tuan Shen silakan makan terlebih dahulu. Nanti setelah selesai, aku akan kembali untuk membereskan meja!” Setelah mengucapkan itu, Ah-Qing berbalik dan lari tergesa-gesa keluar ruangan.
Sebelum pergi, Shen Qiao sempat melihat sudut mata Ah-Qing yang tampak memerah, seolah menahan tangis. Kecurigaannya semakin kuat. Dia menatap punggung Ah-Qing yang menjauh, lalu berbalik menatap Yan Wushi. “Apa yang kamu katakan kepadanya tadi?”
Yan Wushi tersenyum penuh arti. “Ah-Qiao, nada bicaramu ini seperti induk ayam yang melindungi anaknya! Jangan lupa, Ah-Qing adalah orangku. Wajar bagiku untuk memperlakukannya sesukaku. Tapi anehnya, saat orang lain sedikit mendekatinya, kamu langsung menunjukkan perhatian khusus. Kita sudah lama bepergian bersama, tapi kenapa sikapmu padaku tidak pernah berubah?”
Ekspresi Shen Qiao yang awalnya biasa saja kini benar-benar datar, tanpa emosi sedikit pun. “Master Sekte Yan juga tidak peduli bagaimana sikapku terhadapmu.”
Yan Wushi terdiam sejenak. Dia tahu, perubahan drastis dalam kepribadiannya selalu meninggalkan jejak. Ketika salah satu kepribadiannya mengambil alih, dia seperti menjadi penonton di dalam tubuhnya sendiri—hanya bisa melihat, tanpa kendali.
Oleh karena itu, dia juga dapat “melihat” bagaimana Shen Qiao memperlakukan setiap kepribadiannya. Meski “Ah-Yan” bersikap lembut dan penuh perhatian, Shen Qiao tetap menyimpan kewaspadaan. Namun, ada satu pengecualian—di Ruoqiang, saat kepribadian “Xie Ling” yang seharusnya tertidur malah bangkit dengan paksa, mengendalikan tubuh dan kembali mencari Shen Qiao.
Saat itu, Yan Wushi yang terkurung hanya dapat menyaksikan dengan dingin bagaimana Shen Qiao tersenyum kepada “Xie Ling” dan merasakan getaran di hatinya.
Orang ini memang memiliki hati yang lembut.
Jika seseorang menunjukkan kebaikan sekecil apa pun, Shen Qiao akan membalasnya dengan sepuluh kali lipat. Setelah mengalami pengkhianatan dari Chen Gong dan Yu Ai, kebanyakan orang akan berubah dingin dan penuh dengan kebencian. Namun, Shen Qiao malah menjadi semakin menghargai kebaikan, bahkan yang tampak sepele di mata orang lain.
Karena itulah Shen Qiao memandang “Xie Ling” dengan sikap yang berbeda.
Mungkin sejak saat di Ruoqiang itulah Shen Qiao mulai memperlakukan “Xie Ling” sebagai sosok yang terpisah dari Yan Wushi. Dia memisahkan keduanya dalam pikirannya—bersikap ramah dan hangat pada “Xie Ling,” tetapi tetap dingin dan menjaga jarak pada Yan Wushi.
Namun, justru sikap ini yang membuat Yan Wushi semakin tertarik.
Awalnya, Yan Wushi mempermainkan Shen Qiao karena dua alasan. Pertama, ia menganggap Shen Qiao menggelikan—berulang kali dikhianati tetapi tidak pernah belajar dari pengalamannya. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki sisi gelap dalam hatinya, hanya berbeda dalam cara menyembunyikannya. Shen Qiao, menurutnya, tidak mungkin menjadi pengecualian. Karena itu, ia terus-menerus mencoba memancing sisi gelap Shen Qiao.
Kedua, ia ingin menanamkan Inti Iblis dalam tubuh Shen Qiao untuk menguji apakah Inti Iblis bisa menyatu dengan Inti Tao. Shen Qiao adalah eksperimen sempurna baginya.
Namun, dunia tidak selalu berjalan sesuai rencana.
Shen Qiao sama sekali tidak mengikuti skenario yang diharapkan Yan Wushi. Justru sebaliknya, dia memilih jalannya sendiri—sebuah jalan yang penuh penderitaan dan pengkhianatan, tetapi tetap mempertahankan kebaikan dalam hatinya. Bahkan kepada “Xie Ling,” yang jelas merupakan bagian dari Yan Wushi, Shen Qiao tetap menunjukkan kelembutan dan ketulusan.
Orang seperti Shen Qiao… apakah dia bodoh? Atau justru keras kepala dengan prinsip yang tidak bisa digoyahkan?
Namun, dalam pandangan Yan Wushi, baik “Xie Ling” maupun dirinya sendiri—entah itu sisi baik atau sisi jahat, penderitaan atau kebahagiaan—seharusnya menjadi sesuatu yang istimewa bagi Shen Qiao. Hal itu tidak seharusnya terbagi dengan orang lain, apalagi oleh sosok-sosok yang tidak berarti.
Setelah mendengar ucapan Shen Qiao tadi, Yan Wushi tersenyum dan berkata, “Siapa bilang aku tidak peduli kepadamu? Aku peduli sekali. Jika kamu mau membagi sedikit saja dari perhatianmu pada ‘Xie Ling’ untukku, mungkin hanya sepuluh persennya, aku akan sangat bahagia.”
Shen Qiao sama sekali tidak menanggapi. Dia hanya menunduk dan fokus meminum buburnya.
Sekarang, selama yang berbicara bukan “Xie Ling,” dia hanya mendengar kata-kata Yan Wushi tanpa memperdulikannya. Dari sepuluh kalimat yang diucapkan, mungkin hanya setengah kalimat yang benar-benar dia perhatikan. Itu pun akan ia renungkan agar tak lagi tertipu. Ia telah belajar dari pengalaman—jika seseorang jatuh ke sungai yang sama dua kali, itu adalah kebodohan yang menyedihkan. Shen Qiao mengakui dirinya bukan orang paling cerdas, tetapi ia tak sebodoh itu.
Melihat Shen Qiao tak menanggapinya, Yan Wushi hanya tersenyum kecil, lalu mengambil mangkuk buburnya dan mulai makan tanpa banyak bicara.
Hari-hari terakhir ini mungkin merupakan masa paling damai dan nyaman bagi mereka berdua. Setelah serangkaian peristiwa mendebarkan di bawah tanah Ruoqiang dan perjalanan penuh bahaya dari Tuyuhun, mereka akhirnya tiba di tempat yang cukup aman.
Meskipun begitu, Yan Wushi belum sepenuhnya memulihkan celah dalam kepribadiannya, sehingga Shen Qiao harus terus menghadapi perubahan sikap yang terjadi pada pria itu. Selain itu, dia juga harus waspada terhadap ancaman dari luar, mengingat musuh Yan Wushi ada di mana-mana.
Hanya setelah mereka tiba di tempat ini, Shen Qiao merasa dapat sedikit bernapas lega, cukup untuk memusatkan perhatiannya pada Strategi Vermilion Yang dan memperbaiki aliran qi di tubuhnya.
Adapun Yan Wushi, meskipun Shen Qiao tidak bertanya secara detail, dapat dilihat dari perilaku pihak lain bahwa temperamennya secara bertahap menjadi stabil. Meskipun dia tidak bertanya secara langsung, perubahan itu jelas terlihat. Jarang sekali Yan Wushi bangun dengan kepribadian yang berubah drastis seperti sebelumnya. Shen Qiao menduga bahwa isi dari potongan sutra kuno telah memberikan pencerahan kepada Yan Wushi. Dengan kemampuannya, menyatukan celah di inti iblisnya hanya soal waktu. Jika berhasil, Catatan Dasar Phoenix Qilin miliknya akan mencapai tingkat lebih tinggi, dan ilmu seni bela dirinya mungkin akan mendekati tak terkalahkan. Saat itu tiba, bahkan jika lima ahli seni bela diri besar dunia bersatu kembali, belum tentu mereka mampu untuk mengalahkan Yan Wushi.
Namun, memikirkan “Xie Ling” membuat Shen Qiao merasa sedikit sedih. Dia menghela napas dalam hati.
Tiba-tiba, Yan Wushi bertanya, “Kenapa kamu begitu perhatian pada Ah-Qing? Jangan-jangan itu karena dia mengingatkanmu pada Xie Ling hingga membuatmu memindahkan perasaanmu padanya?”
Shen Qiao tetap diam. Ia kini jauh lebih pendiam di hadapan Yan Wushi, berusaha menghindari percakapan yang tidak perlu. Namun Yan Wushi tampaknya bisa menebak suasana hatinya. Dengan senyum tipis, ia melanjutkan, “Kamu menyukainya, sementara aku justru tidak menyukainya. Jika kamu tidak mau menjelaskan alasannya, aku akan meminta Paman Wu mengusirnya begitu kamu pergi.”
Shen Qiao menanggapi dengan tenang, tanpa emosi. “Master Sekte Yan selalu bertindak sesuka hati. Apa yang kamu lakukan bukanlah sesuatu yang dapat aku campuri.”
Yan Wushi tersenyum dan berkata, “Baiklah, kalau begitu, aku tidak akan mengusirnya. Tapi tolong beri tahu aku, ya?”
Seorang pria sejati bisa menundukkan kepala ketika diperlukan, dan Yan Wushi, demi mencapai tujuannya, tak segan menggunakan segala cara. Ia tak terlalu memedulikan masalah harga diri atau prinsip. Bahkan seorang master tingkat atas seperti dirinya dapat dengan mudah mengucapkan kata “tolong,” meskipun bagi dirinya sendiri tidak masalah, tetapi bagi orang lain ini tentu terasa aneh.
Shen Qiao lebih mudah dipengaruhi dengan kata-kata lembut daripada tekanan keras, dan Yan Wushi telah sangat paham akan hal itu. Bagi orang seperti dirinya, mengatakan sesuatu yang lembut tidak akan menimbulkan masalah besar. Bagi orang lain, itu bisa berhubungan dengan harga diri atau kehormatan, namun bagi orang-orang dari Sekte Iblis, hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan.
Seperti yang diperkirakan, meskipun Shen Qiao tampak tidak nyaman, akhirnya ia mengalah dan berkata, “Ah-Qing agak mirip dengan salah satu murid yang aku terima.”
Yan Wushi tertawa kecil, “Aku tidak tahu kalau kamu punya murid.”
Shen Qiao menjawab dengan tenang, “Kamu juga mengenalnya, dia bernama Shiwu dari Biara Naga Putih.”
Menyebutkan hal itu, Shen Qiao tidak bisa menahan ingatan akan kepala biara dan Chuyi, serta bagaimana mereka mati. Rasa penyesalan itu membuatnya semakin tidak senang pada Yan Wushi.
Tentu saja, ini adalah titik yang tidak bisa dihindari. Yan Wushi, yang sangat cerdas, tidak perlu waktu lama untuk menghubungkan setiap detail dan memahami latar belakang cerita tersebut.
Namun, seolah Yan Wushi tidak melihat ekspresi Shen Qiao yang menunjukkan penolakan, ia malah tersenyum dan melanjutkan, “Aku juga pernah bertemu dengan Shiwu, dia memiliki bakat dan potensi yang baik. Jika bertemu dengan guru yang tepat, dia bisa mencapai sesuatu yang besar di masa depan.”
Shen Qiao merasa terkesan dengan sikap tak tahu malu ini. Ia sedang berpikir untuk menyuruh Yan Wushi pergi, tetapi pada saat itu, suara ketukan pintu terdengar samar dari luar rumah.
Meskipun pintu depan masih terhalang oleh dua lorong dan satu halaman, orang yang terlatih dalam bela diri seperti mereka biasanya memiliki pendengaran yang tajam. Kedua pria itu langsung mendengar suara Ah-Qing yang berkata, “Aku datang!” sebelum berlari kecil menuju pintu.
Di rumah ini, suasananya selalu tenang, jarang ada orang yang datang berkunjung. Paman Wu biasanya keluar membeli bahan makanan melalui pintu belakang, hampir tidak pernah lewat pintu depan.
Dalam momen yang hampir bersamaan, ada perasaan aneh yang muncul dalam hati Shen Qiao dan Yan Wushi. Itu adalah perasaan yang sulit untuk dijelaskan, mirip dengan koneksi batin antara dua orang yang memiliki ikatan kuat, namun hanya orang-orang pada level tertentu yang bisa merasakannya.
Pedang Surgawi yang Berduka terletak di samping mereka. Begitu mendengar suara Ah-Qing yang mendekat ke pintu, tangan Shen Qiao sudah terletak di gagang pedangnya, siap untuk bertindak.
“Siapa itu?” terdengar suara Ah-Qing dari jauh, bertanya kepada orang di luar.
“Bagaimana kabarmu, dermawan kecil? Apakah ini kediaman kekuarga Xie?”
Mendengar suara itu, wajah Shen Qiao langsung berubah. Meskipun interaksi mereka tidak terlalu banyak, bagaimana mungkin ia idak mengenali suara itu!
Mereka telah berhati-hati sepanjang perjalanan mereka, meskipun tidak sempurna, mereka berusaha keras untuk tidak meninggalkan jejak. Namun, bagaimana mungkin Master Zen Xueting dapat menemukan mereka begitu cepat? Apakah itu terkait dengan Chen Gong?
Keduanya saling berpandangan, dan meskipun ekspresi Yan Wushi tampak tenang tanpa perubahan yang jelas, Shen Qiao merasa sangat cemas.
Shen Qiao berkata dengan suara rendah, “Kamu lebih baik pergi untuk bersembunyi sebentar. Aku akan bertemu dengannya.”
Dengan kekuatan mereka saat ini, keduanya bukan tandingan bagi Master Zen Xueting, tetapi karena tujuannya tidak ada hubungannya dengan Shen Qiao, meskipun mereka tidak bisa mengalahkannya, Shen Qiao setidaknya dapat melarikan diri.
Yan Wushi mengangkat alis, “Sepertinya kita tidak punya banyak waktu.”
Begitu dia selesai berbicara, suara Master Zen Xueting terdengar dari halaman: “Master Sekte Yan memang bukan orang biasa, biksu malang ini sangat mengaguminya.”
Hanya dalam sekejap mata, pihak lain sudah tiba di halaman luar kamar dari pintu utama. Di belakang, Ah-Qing masih berteriak dan kelelahan mengejarnya, namun dia bahkan tidak dapat menangkap ujung pakaian lawannya, bahkan bayangan Master Zen Xueting pun tidak mampu ia ikuti.
Kemampuan untuk bergerak tanpa meninggalkan jejak dan berpindah secepat itu adalah hal yang sangat jarang ditemui di dunia ini.
Karena pintu kamar sebelumnya tidak ditutup, Shen Qiao dan Yan Wushi dengan jelas dapat melihat seorang biksu berjubah hitam berdiri di luar.
Yan Wushi mencibir, “Keledai botak tua ini benar-benar tidak mau pergi. Kamu dan beberapa badut itu bersekongkol untuk melawanku hari itu, aku belum sempat membalas dendam padamu, tapi kamu malah berani datang menemuiku!”
Master Zen Xueting mengatupkan kedua tangannya, kemudian memberi salam sebelum berkata, “Biksu tua ini tidak menyangka, Master sekte Yan begitu luar biasa. Dikelilingi lima ahli besar, namun masih bisa melarikan diri tanpa terluka dan bertahan hidup.”
Kemudian ia memberi salam kepada Shen Qiao, “Pendeta Tao Shen juga ada di sini, sungguh kebetulan.”
Master Zen Xueting berbicara dengan nada yang tenang dan tanpa sedikit pun emosi. Mengenai kata-kata “sungguh kebetulan” itu, apakah dia menyembunyikan sindiran atau tidak, mungkin hanya dia sendiri yang tahu.
Yan Wushi tertawa terbahak-bahak, “Selain kamu, keledai botak tua Xueting, yang lainnya hanyalah sampah belaka. Dengan lima melawan satu, bahkan tidak bisa membunuhku, sekumpulan sampah yang berani menyebut dirinya sebagai ahli? Kamu, Xueting malah masih ingin merendahkan dirimu untuk bergabung dengan mereka, sungguh semakin tua semakin bodoh!”
Master Zen Xueting tidak marah sedikit pun. Wajahnya tetap tenang, dan tatapannya terhadap Yan Wushi tanpa rasa permusuhan. “Waktu memang terus berlalu, para generasi baru datang menggantikan yang lama. Aku sudah tua, tak lama lagi harus menyerahkan jabatan. Cepat atau lambat, dua orang seperti Duan dan Ketua Dou bisa jadi tak akan kalah dengan diriku.”
“Bahkan, meski Master Sekte Yan sudah bangkit dari kematian dan hidup kembali, semuanya berjalan seperti biasa, jika dinilai dengan hati yang adil, aku sangat menghormati Master Sekte Yan. Master Sekte Yan pasti tahu, semakin tinggi jalan yang ditempuh dalam seni bela diri, semakin sulit menemukan lawan yang seimbang. Jika bisa memilih, aku juga lebih suka menikmati teh sambil bermain catur dengan Master Sekte Yan, berteman sekaligus bertarung.”
“Namun, karena keadaan yang tidak biasa, aku terpaksa melakukan hal yang tidak biasa. Selama Master Yan masih hidup, Yuwen Yong tidak akan ragu, dan aliran Buddha akan terus ditekan. Demi kemakmuran Buddha, aku terpaksa melakukan langkah ini, bukan karena urusan pribadi. Aku harap Master Sekte Yan dapat memahaminya.”
Dengan kata-kata ini, jelas bahwa dia pasti tidak dapat kembali dengan tangan kosong, tetapi menginginkan sebuah hasil.
Shen Qiao bertanya, “Jika diperbolehkan, bagaimana kamu tahu jika Yan Wushi berada di sini?”
Xueting berkata, “Seorang biksu tidak akan berbohong. Sebenarnya, aku tidak ingin menyembunyikan apa pun. Aku bertemu dengan Chen Gong di Chang’an, karena Sekte Harmoni, yang pernah melukai muridku, memiliki hubungan dekat dengan Chen Gong. Aku ingin menanyakan tentang keberadaan Yan Shou, tapi Chen Gong mengatakan bahwa dia tidak tahu. Untuk melepaskan diri, dia malah memberi tahuku bahwa Master Sekte Yan masih hidup dan bahkan sudah mendapatkan pecahan yang hilang dari Staretgi Vermilion Yang.“
Chen Gong sebelumnya berjanji kepada Shen Qiao dan yang lainnya untuk tidak membocorkan jejak Yan Wushi, namun Shen Qiao sendiri tidak terlalu berharap pada janji tersebut, dan mendengar apa yang dikatakan oleh Xueting justru membuatnya merasa bahwa hal tersebut memang sudah diprediksi.
Shen Qiao berkata, “Namun, dari Chang’an ke Tuyuhun, ada beberapa provinsi dan kota di tengah perjalanan. Chen Gong tidak mungkin tahu ke mana kami akan pergi atau di mana kami akan berhenti.”
Xueting menjawab, “Benar sekali, aku berkelana dari Chang’an dan singgah di Zhou. Aku berencana untuk pergi besok, namun tanpa sengaja aku mendengar percakapan antara dua orang. Salah satunya mengaku setiap hari menjual sayuran ke rumah-rumah, dan ada satu rumah yang tiba-tiba memesan dua kali lipat jumlahnya yang membuatnya sangat senang.”
Shen Qiao menghela napas, “Master Zen Xueting benar-benar memiliki pikiran yang tajam dan perhatian yang mendalam. Jika kemampuan ini digunakan untuk menangani pencurian dan memecahkan kasus, rasanya tidak akan ada lagi kasus yang tidak adil di dunia ini.”
Xueting: “Terima kasih atas pujianmu, Tuan Shen. Hari ini aku datang dengan maksud yang kurang sopan, aku datang karena Master Sekte Yan, Tuan Shen tidak ada kaitannya dengan ini, mohon untuk tidak terlibat untuk menghindari cedera yang tidak disengaja.”
Shen Qiao: “Kebetulan, Master Zen Xuenting ingin membunuhnya, tapi aku justru ingin melindunginya.”
Xueting terlihat sedikit terkejut: “Menurutku, sekte iblis dan sekte Tao tidak punya hubungan baik, malah Master Sekte Yan sering kali tidak berterimakasih kepada Tuan Shen, justru membalas kebajikan dengan kebencian. Aku tidak mengerti mengapa Tuan Shen masih membelanya?”
Shen Qiao: “Seperti yang Master Zen Xueting katakan, selama dia ada, maka Yuwen Yong bisa hidup dengan tenang. Jika melihat seluruh dunia, negara Qi sudah hancur, hanya negara Zhou dan Chen yang masih kuat. Namun di Chen Selatan, Konfusianisme melindungi mereka, tidak ada ruang bagi Buddha untuk campur tangan. Master Zen Xueting sering mencoba membunuh Master Sekte Yan, bukankah itu untuk membuka jalan bagi Tujue guna menguasai Dataran Tengah?”
Xueting dengan suara lembut menyebutkan nama Buddha: “Jadi, Tuan Shen mendukung pihak Zhou?”
Shen Qiao: “Benar.”
Xueting sedikit menghela napas: “Jika demikian, sepertinya hari ini aku harus melewati Tuan Shen terlebih dulu.”
Begitu kata “terlebih dulu” keluar, tongkat emas menyentuh batu itu dengan ringan, suara gemuruh itu terasa seperti ledakan di telinga Shen Qiao.
Pada saat yang sama, dengan suara dentang, pedang Surgawi yang Berduka terhunus, Shen Qiao terbang ke udara, dan pedang serta tongkat bertemu di udara, menciptakan cahaya dan bayangan yang terjalin dalam sekejap dari tempat mereka berdua bertemu. Bagi seseorang seperti Ah-Qing yang tidak memiliki dasar keterampilan seni bela diri, ia langsung merasakan telinganya sakit akibat getaran itu, berteriak dan mundur beberapa langkah, hingga berlindung di balik dinding untuk merasa lebih baik.
Shen Qiao awalnya berpikir bahwa orang seperti Yan Wushi, yang pandai membaca situasi dan tidak memiliki beban mental seperti seorang ahli, seharusnya tidak perlu diberi penjelasan. Begitu melihat dirinya terhambat oleh pertempuran dengan Xueting, ia yakin Yan Wushi akan segera berbalik dan pergi. Namun, ia terkejut ketika melihat bahwa Yan Wushi tetap berdiri diam di tempat, tidak bergerak sama sekali.
“Kamu belum pergi? Apa yang kamu tunggu?” Shen Qiao berseru dengan marah.
“Ah-Qiao, tenanglah sejenak. Sebenarnya aku ingin pergi, tapi kamu harus bertanya terlebih dulu pada ‘keledai botak tua’ itu apakah dia mengizinkanku pergi,” jawab Yan Wushi dengan senyum kecil di bibirnya, namun matanya tampak tanpa ekspresi.
Seolah menanggapi kata-katanya, dua biksu muda, berpakaian hitam dan botak, muncul secara bersamaan di atap, satu di timur dan satu lagi di barat.
“Aku, Lian Sheng.”
“Aku, Lian Mie.”
Keduanya berkata serentak: “Salam kepada Master Sekte Yan!”