Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma
Master Zen Xueting
Master Zen Xueting masuk dalam jajaran tiga besar ahli seni bela diri di dunia, tentu bukan karena keahliannya dalam mengumpulkan sekutu untuk mengepung lawan, melainkan karena kekuatannya yang memang luar biasa.
Shen Qiao tidak pernah meragukan hal ini. Sejak kemunculan Master Zen Xueting, dia sudah memperkirakan bahwa hari ini akan menjadi pertarungan sengit.
Meskipun usia Master Zen Xueting tidak jauh berbeda dengan Qi Fengge, dalam dunia seni bela diri, ketika seseorang mencapai tingkat tertentu, penampilan dapat tetap awet muda, dan proses penuaan menjadi jauh lebih lambat. Ketika Qi Fengge tiada, penampilannya masih seperti pria berusia tiga atau empat puluhan, meskipun usianya mendekati seratus tahun.
Karena itu, bagi orang awam, wajah Master Zen Xueting terlihat tampan, jika tidak karena rambutnya yang seluruhnya putih, pasti ia akan disangka sebagai putra bangsawan yang berwibawa. Namun, sikapnya yang penuh ketenangan dan kewibawaan, menunjukkan bahwa dia sudah jauh melampaui urusan duniawi.
Shen Qiao memang terlihat seperti sosok abadi yang lembut dan tenang, tetapi hatinya yang penuh belas kasih membuatnya selalu tergerak untuk membantu yang lemah. Hal ini justru membuatnya tampak lebih manusiawi dibandingkan Master Zen Xueting. Dibandingkan satu sama lain, sang biksu ibarat patung Buddha di kuil — keras dan tanpa ampun. Sedangkan Shen Qiao seperti permukaan danau yang tenang, yang meskipun tampak damai, tetap menunjukkan riak lembut ketika angsa liar melintas di atasnya, menandakan bahwa hatinya masih dipenuhi emosi dan simpati.
Mengandalkan teknik Bayangan Pelangi-nya, tubuh Shen Qiao melayang ringan seperti debu yang tertiup angin, mundur sejauh beberapa langkah. Tiba-tiba, dia melompat ke udara, tubuhnya tergantung terbalik di atas, dan pedangnya berputar seperti pita putih. Energi Pedang turun dari langit bagaikan air yang mengalir tanpa hulu, berubah menjadi jutaan singa salju yang mengaum dan berlari kencang, disertai gemuruh petir dan badai. Serangan itu penuh kekuatan, tak terbendung!
Dalam sekejap mata, rangkaian gerakan ini selesai. Ekspresi Master Zen Xueting yang awalnya tenang seperti air berubah. Pada saat Energi Pedang melingkupinya dari atas seperti tornado, sekilas tampak keterkejutan di wajahnya.
Dalam situasi itu, Master Zen Xueting memiliki beberapa pilihan, namun menerobos keluar bukanlah salah satunya. Energi Pedang mendekat dengan cepat, memaksanya mengangkat tangan kirinya. Tongkat emas bertemu dengan Energi Pedang, mengeluarkan suara benturan yang memekakkan telinga. Udara di sekitar mereka terasa seolah membeku, tak satu pun dari mereka mampu maju lebih jauh. Keduanya terpaksa mundur beberapa langkah akibat hantaman itu.
“Sudah beberapa bulan kita berpisah, dan ternyata kemampuan Pendeta Tao Shen telah meningkat pesat. Ini sungguh menggembirakan!” Master Zen Xueting berkata dengan wajah serius, akhirnya mengalihkan seluruh perhatiannya pada Shen Qiao dan tak lagi memedulikan Lian Sheng dan Lian Mie.
Namun bagi Shen Qiao, ini sama sekali bukan kabar baik. Meski dirinya terus berkembang, lawannya pasti juga tidak berdiam diri.
Bagi seorang ahli tingkat tinggi seperti Master Zen Xueting, memang sulit untuk melangkah lebih jauh. Tetapi mereka tetap berlatih dan memperdalam pemahaman batin mereka. Semakin sempurna dan matang kondisi mental seseorang, semakin besar pula kekuatan yang terpancar dalam seni bela dirinya.
Shen Qiao merenung. Sebelum ia terluka, ia masih mampu bertarung seimbang melawan ahli seperti Guang Lingsan dan Duan Wenyang. Namun jika dibandingkan dengan Master Zen Xueting, ia mungkin masih kalah beberapa tingkat. Apalagi sekarang, dengan kondisinya yang belum pulih sepenuhnya.
Meskipun Strategi Vermilion Yang telah memperbaiki tubuhnya dan memperkuat fondasi fisiknya dengan menggabungkan keunggulan ajaran Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme, itu tidak berarti bahwa perkembangan seni bela dirinya akan lebih cepat. Shen Qiao telah mencapai tingkat Jantung Pedang dalam ilmu pedang — hanya satu langkah lagi menuju tingkat Roh Pedang — tetapi tenaga dalamnya belum pulih hingga 70 persen dari sebelumnya, sehingga ia tidak dapat mengeluarkan potensi penuh dari Jantung Pedang.
Menghadapi ahli sekelas Master Zen Xueting, tidak ada ruang untuk keberuntungan.
Namun, Shen Qiao tidak bisa membiarkan pihak lawan melihat kelemahannya. Jika itu terjadi, maka tidak ada lagi yang bisa menahan Master Zen Xueting di tempat ini.
Dengan ujung pedangnya mengarah ke bawah, Shen Qiao berdiri tenang dan perlahan berkata, “Bagaimanapun juga, tidak ada dendam pribadi antara pihak Buddha dan Sekte Bulan Jernih. Master Zen Xueting sudah pernah membunuh Yan Wushi sekali. Mengapa masih mengejarnya tanpa henti? Bahkan jika Master Sekte Yan tiada dan Sekte Bulan Jernih hancur, selama Yuwen Yong tetap menjadi kaisar, akan selalu ada kekuatan lain yang mendukungnya. Dengan kebijaksanaan Master Zen Xueting, mustahil bagimu untuk tidak memahami hal itu.”
Di sisi lain, Yan Wushi, yang sedang bertarung melawan Lian Sheng dan Lian Mie sekaligus, masih sempat mengejek, “Ah-Qiao, lidahmu semakin tajam dibawah pengaruhku. Kamu berhasil membuat si keledai botam tua ini bungkam. Tapi berhati-hatilah, dia pasti akan marah dan semakin keras menghajarmu!”
Dulu, bahkan jika ada sepuluh Lian Sheng dan sepuluh Lian Mie, mereka pasti bukan tandingan Yan Wushi. Namun, keadaan sekarang berbeda. Master Zen Xueting tahu hal itu dengan baik, sehingga ia membawa kedua muridnya kali ini.
Meski Lian Sheng dan Lian Mie tidak mampu mengalahkan Yan Wushi untuk sementara waktu, mereka cukup untuk menahannya.
Master Zen Xueting, menyadari maksud Shen Qiao, menggelengkan kepala dan berkata, “Pendeta Tao Shen, kamu pasti tahu bahwa ini menyangkut kelangsungan hidup ajaran Buddha. Kata-kata tidak akan mengubah apa pun. Hari ini, tujuan kedatanganku hanyalah untuk Master Sekte Yan. Jika Pendeta Tao Shen bersedia mundur dan tidak ikut campur, aku akan sangat berterima kasih.”
Orang ini memang sangat menarik. Dia jelas memegang kendali penuh dalam situasi ini, namun tetap memperlakukan Shen Qiao dengan sopan dan tenang, seperti angin sepoi-sepoi yang membawa keanggunan seorang ahli sejati.
Seandainya tujuan mereka tidak bertentangan, Shen Qiao lebih memilih duduk dan berbincang dengannya, membahas jalan hidup dan filosofi, daripada berhadapan dalam pertarungan penuh ketegangan seperti sekarang.
Namun, Yan Wushi tampaknya tidak tahan melihat Shen Qiao memandang orang lain dengan rasa hormat. Ia selalu menemukan cara untuk mematahkan pemahaman Shen Qiao. “Ah-Qiao, pertanyaanmu itu terlalu bodoh. Si keledai botak tua ini tentu tahu bahwa membunuh Yuwen Yong akan menyelesaikan segalanya. Tapi kenapa dia malah terus mengejarku? Itu karena pihak Buddha ingin menjaga citra mereka yang bersih. Mereka tidak bisa menanggung dosa membunuh raja secara langsung. Kalau ada yang harus membunuh, itu harus dilakukan oleh orang lain. Mereka sendiri harus tetap terlihat bersih tanpa noda. Apa aku salah, keledai botak tua?”
Master Zen Xueting malas menanggapi Yan Wushi. Ia hanya mengucapkan “Amitabha” dengan suara rendah, lalu berkata tenang, “Jika Pendeta Tao Shen tidak mau hanya tinggal diam dan bersikeras melindungi Yan Wushi sampai akhir, maka aku tak punya pilihan lain selain menyinggungmu.”
Begitu kata-katanya selesai, ia hanya melangkah maju satu kali, namun tubuhnya telah tiba tepat di depan Shen Qiao. Bersamaan dengan itu, terdengar suara lembut gemerincing lonceng giok yang indah dan berkesinambungan, sementara tongkat emasnya dengan ringan mengarah ke dada Shen Qiao.
Gerakannya terlihat lambat, hingga orang dapat melihat setiap detail gerakan tersebut. Namun, di saat yang sama, gerakannya begitu cepat hingga pihak lain tak sempat bereaksi.
Shen Qiao tiba-tiba menyadari bahwa kekuatannya memang masih terlalu lemah. Meskipun ia bisa menebak ke mana serangan Master Zen Xueting akan datang, tubuhnya tetap tidak mampu bereaksi tepat waktu. Saat ia baru saja mengangkat pedangnya, dadanya sudah menerima satu serangan keras yang membuatnya sesak. Rasa sakit itu dengan cepat menyebar dari titik tersebut, dan tubuh Shen Qiao tak bisa dikendalikan, terlempar ke belakang. Rasa logam memenuhi tenggorokannya, dan sebelum ia sempat menyadari apa yang terjadi, ia sudah memuntahkan darah segar dan tubuhnya membentur pilar dengan keras!
Namun Shen Qiao tidak berhenti sedetik pun. Ia memanfaatkan momentum itu untuk berbalik menyerang. Kilatan pedangnya seperti cahaya bulan yang jatuh ke air, bergerak bersama ombak yang bergulung, menghasilkan kilauan yang mempesona dan tak terhitung banyaknya, berlapis-lapis seperti kain sutra berwarna-warni yang mengalir deras ke arah Master Zen Xueting. Bahkan Master Zen Xueting, dengan kemampuannya yang luar biasa, sejenak tidak bisa membedakan mana yang manusia dan mana yang pedang.
Di sisi lain, Lian Sheng dan Lian Mie bekerja sama dengan sempurna, gerakannya seirama seolah memiliki satu pikiran. Yan Wushi, dengan kekuatannya yang jauh menurun dan retakan di Inti Iblisnya yang belum sepenuhnya sembuh, tidak dapat menyerang dengan maksimal. Kelemahan ini memberikan peluang bagi kedua biksu itu.
Lian Sheng mengambil peran bertahan, sementara Lian Mie menyerang, mengepung Yan Wushi dari dua sisi. Namun mereka tidak berniat menghabisinya, melainkan menjaga pola pergerakan yang tak terbuka celah, seperti Yin dan Yang yang mengalir tanpa henti.
Jelas mereka sudah menerima perintah dari Master Zen Xueting sebelumnya. Mereka tahu bahwa meskipun kekuatan Yan Wushi telah berkurang, membunuhnya tetaplah sulit. Karena itu, mereka hanya bertujuan untuk menahannya cukup lama. Begitu Master Zen Xueting berhasil mengalahkan Shen Qiao, ia akan segera bergabung untuk memberikan pukulan terakhir kepada Yan Wushi.
Sayangnya, setelah menunggu dan terus menunggu, hingga ratusan jurus berlalu, keringat perlahan menetes dari dahi keduanya, namun Master Zen Xueting sendiri masih tertahan oleh Shen Qiao dan tidak dapat melepaskan diri.
Lian Sheng mulai merasa cemas. Saat adik seperguruannya, Lian Mie, sedang menyerang Yan Wushi, Lian Sheng tak bisa menahan diri untuk melirik ke arah gurunya.
Namun, justru karena pandangan sekilas itu, situasi berubah drastis!
Yan Wushi, yang sejak awal hanya bertahan, tiba-tiba menyerang. Dengan dua jari membentuk pedang, ia menusuk langsung ke telapak tangan Lian Mie. Lian Mie yang sebelumnya menganggap enteng Yan Wushi, mengira bahwa Master Sekte dari Sekte Bulan Jernih ini tidak sehebat yang dikatakan orang-orang, kini mendapat pelajaran berharga. Baru saja pikiran sombong itu muncul, ia merasakan sakit luar biasa di telapak tangannya, seolah-olah ditusuk oleh besi panas membara.
Lian Mie menjerit kesakitan dan mundur beberapa langkah secara refleks. Ketika ia memeriksa tangannya, ia melihat ada lubang berdarah yang menembus telapak tangannya, dengan darah segar yang terus mengalir. Bahkan otot dan tulangnya terlihat samar di dalam luka itu.
Mendengar jeritan Lian Mie, Lian Sheng segera menoleh, dan ketika melihat kondisi adik seperguruannya, ia terkejut bukan main. Namun, sebelum ia sempat bergerak, kilatan pedang melintas di depannya dengan kecepatan luar biasa.
Shen Qiao berteriak lantang, “Ayo pergi!”
Dengan seruan itu, dia menangkap lengan Yan Wushi dan melesat ke arah tenggara, meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Shen Qiao sama sekali tidak berani meremehkan Master Zen Xueting, sehingga ia menggunakan Bayangan Pelangi hingga batas maksimal.
Dalam pandangan orang lain, ia dan Yan Wushi tampak seperti dua bayangan angin yang melesat cepat. Namun, bagi Shen Qiao sendiri, itu masih belum cukup. Ia khawatir Master Zen Xueting akan menyusul, sehingga terus terbang melintasi jalan tanpa berhenti. Pohon-pohon di kedua sisi berubah menjadi bayangan kabur yang berlalu dengan cepat, namun Shen Qiao sama sekali tidak memperlambat langkahnya.
Meskipun ia tidak menoleh ke belakang, Shen Qiao dapat dengan jelas merasakan ancaman yang terus mengikutinya dari belakang, terkadang terasa jauh, namun terkadang sangat dekat, seperti duri yang menusuk punggung. Jelas bahwa Master Zen Xueting mengejar mereka tanpa henti. Meskipun Shen Qiao unggul satu langkah, melepaskan diri dari kejaran Master Zen Xueting dalam waktu singkat tampaknya mustahil.
Shen Qiao membawa Yan Wushi keluar dari kota, langsung menuju Gunung Guojian di dekat wilayah Zhou.
Di kaki gunung terdapat hutan lebat yang dapat digunakan untuk menyembunyikan diri, tetapi Yan Wushi berkata, “Naik ke atas gunung.”
Tanpa berpikir panjang, Shen Qiao segera mematuhi, terus melesat naik ke atas gunung.
Saat itu adalah awal musim semi. Sungai es mulai mencair, bunga-bunga bermekaran, kicauan burung dan gemericik air terdengar di mana-mana, memberikan kesan penuh kehidupan. Namun, karena itu pula, pohon-pohon tumbuh saling bersilangan, bebatuan di pegunungan tampak terjal, dan jalur pendakian sangat curam, hampir tidak ada tempat untuk berpijak. Dari lereng gunung, jika melihat ke bawah, tebing tampak lurus menjulang, diselimuti kabut tebal, menambah kesan berbahaya dan mencekam.
Setibanya di tengah gunung, Shen Qiao menemukan sebuah gua yang tersembunyi di balik pepohonan. Di dalamnya gelap dan berkelok-kelok, dengan aliran air yang cepat, dan cukup dalam. Dia masuk bersama Yan Wushi. Setelah berjalan beberapa langkah, tiba-tiba mereka melihat sebuah ruangan yang terang dan luas, dikelilingi oleh dinding batu yang halus, dengan ukuran hampir sebesar ruang tamu sebuah kediaman besar.
Ketika Shen Qiao melihat ke atas, ia menyadari bahwa atap gua tidak lagi tertutup batu, dan cahaya matahari menyinari mereka melalui celah-celah daun yang saling tumpang tindih, jatuh di atas daun-daun kering yang ada di kaki mereka.
Yan Wushi berkata, “Mari kita tetap di sini. Xueting pasti mengira kita akan bersembunyi di hutan di kaki gunung, dia tidak akan menyangka kita akan naik ke gunung.”
Shen Qiao akhirnya bisa sedikit merilekskan ketegangan yang sejak tadi ia rasakan, namun bukan rasa lega yang datang, melainkan ia malah membungkuk dan memuntahkan seteguk darah.
Itu adalah luka dalam yang ia dapatkan saat bertarung dengan Master Zen Xueting. Setelah itu, ia terus melarikan diri bersama Yan Wushi, dan rasa sakit di dadanya terus mengganggu. Dia khawatir jika berbicara, ia akan kehilangan kekuatan, sehingga ia menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara hingga saat ini.
Tidak semua orang dapat bertahan dengan serangan dari seorang ahli dari salah satu tiga master teratas dunia, dan dalam kondisi Shen Qiao yang kekuatannya belum pulih sepenuhnya, dapat bertahan dalam pertempuran dan bahkan membawa Yan Wushi melarikan diri, semua itu berkat pencapaiannya dalam Jantung Pedang yang belum sepenuhnya matang. Namun, meskipun berada dalam tingkat Jantung Pedang, kekuatan pedang tidak bisa mengalir seperti tenaga dalam yang tak terputus, jadi sejak awal, Shen Qiao tidak berniat untuk bertempur sampai titik darah penghabisan dengan Master Zen Xueting, melainkan telah mempersiapkan rencana untuk mundur kapan saja.
Bukanlah hal yang mudah untuk melarikan diri dari Master Zen Xueting, terutama ketika membawa “beban” seperti ini, tetapi Shen Qiao berhasil melakukannya.
Jelas sekali, meskipun mereka tidak secara mendalam berbicara tentang rencana mundur sebelumnya, Yan Wushi pasti juga memiliki niat yang sama. Oleh karena itu, mereka tidak perlu mengucapkan kata-kata, tetapi sudah saling memahami dan mencapai kesepakatan.
Dengan darah yang baru saja ia keluarkan, Shen Qiao merasa pusing dan hampir kehilangan kekuatan untuk berdiri. Kelelahan akibat kekuatan yang habis dan cedera internal membuat pandangannya gelap, dan telinganya berdenging. Dia jatuh ke depan.
Yan Wushi secara alami memeluknya, sambil tertawa dan berkata, “Ah-Qiao, aku tahu kamu menyukaiku, tapi tidak perlu terburu-buru untuk melompat ke pelukanku seperti ini!”
Suara Yan Wushi sedikit terengah-engah, jelas dia juga terluka, tetapi nada bicaranya tetap penuh dengan ejekan nakal.
Begitu kalimat itu selesai, Shen Qiao kembali memuntahkan darah, hampir seluruh tubuhnya bersandar pada lengan Yan Wushi, wajahnya pucat dan tampak hampir kehilangan nyawa.
Yan Wushi menggelengkan kepalanya dan mengejek, “Apakah kamu begitu marah sampai muntah darah seperti ini?”
Jelas itu bukan karena Shen Qiao marah hingga muntah darah, namun dia sudah tidak punya energi untuk membalas. Dengan lemah, dia hanya berkata, “Kita sudah pergi, bagaimana dengan Paman Wu dan Ah-Qing?”
Yan Wushi menjawab, “Xueting bukan seperti Sang Jingxing, dia masih harus menjaga wajah Buddha, dan tahu bahwa mengancam mereka berdua tidak ada gunanya. Dia tentu tidak akan melakukan hal yang sia-sia.”
Shen Qiao mengangguk, darah menempel di bibirnya, membuat warnanya semakin pucat, darah berwarna merah cerah terlihat kontras di bibirnya.
Yan Wushi mengulurkan ibu jarinya, menghapus darah yang menempel di bibirnya.
Shen Qiao merasakan sakit yang begitu menyesakkan di dadanya, bahkan untuk bernapas pun dia harus lebih hati-hati, dan dia benar-benar tidak bisa lagi fokus pada apa pun di luar dirinya. Indra-indranya menjadi tumpul, tiba-tiba, tanpa peringatan, sesuatu dimasukkan ke dalam mulutnya, dan mulutnya tertutup rapat, tidak memberi kesempatan untuk memuntahkannya. Shen Qiao menatapnya dengan mata terbelalak, tubuhnya bereaksi secara refleks dan menelan benda itu.
Tenggorokannya terasa kering dan sakit, hampir saja dia tersedak, dia batuk hebat, yang semakin memperburuk luka dalamnya, bahkan matanya mulai berkaca-kaca.
“Giok… Cistanche?”