Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma


Xie Ling Telah Tiada.


Shen Qiao dalam kondisi setengah sadar, seolah ada seutas tali yang terus menegang di pikirannya, mendesaknya untuk bangun, tetapi kelopak matanya seakan merekat erat, tidak peduli seberapa keras dia mencoba, ia tetap tak bisa membukanya.

Namun, ada kehangatan aneh di bibirnya, seolah sesuatu sedang menyerbu masuk. Dia berjuang cukup lama, mengeluarkan erangan lemah dari mulutnya, dan akhirnya berhasil membuka matanya dengan susah payah.

Api yang menyala sepanjang malam kini mulai meredup. Tubuhnya dipeluk seseorang dari belakang, dan melalui pakaian, dia bisa merasakan kehangatan kulit yang saling bersentuhan, menciptakan rasa nyaman hingga ke tulang, membuatnya ingin terus terlelap, seolah dunia akan berhenti selamanya.

Tiba-tiba Shen Qiao merasa sulit bernapas, tetapi tekanan itu bukan berasal dari cedera di dadanya, melainkan dari mulut dan hidungnya.

“Seorang Pemimpin Sekte Gunung Xuandu yang terhormat, tapi dia bahkan tidak bisa bernapas dengan benar? Kalau kabar ini menyebar, bukankah semua orang akan menertawakanmu?” Suara menggoda itu terdengar, namun samar-samar seperti jauh, tetapi sebenarnya itu tepat di telinganya. Wajah mereka menempel, dan Shen Qiao merasakan lidah lawan bicaranya baru saja mundur dari mulutnya, lalu dengan santai mengecup bibirnya sekali sebelum sedikit menjauh. Jemarinya mencubit kedua pipi Shen Qiao dan menarik ke samping. “Mengapa kamu termenung?”

Mata Shen Qiao yang awalnya kosong perlahan mendapatkan kesadaran. Dia langsung mengayunkan telapak tangannya ke Yan Wushi. Yang dipukul hanya meringis sambil menarik diri: “Ah-Qiao, ini aku, Xie Ling!”

Shen Qiao menghentikan gerakannya, mengerutkan kening dan menatapnya tajam.

Yan Wushi mendekat lagi dan memeluknya, lalu berkata dengan lembut, “Aku adalah Xie Ling, kamu tak mengenaliku?”

Shen Qiao tetap diam, mengangkat tangannya lagi hendak memukulnya.

Yan Wushi dengan sigap menangkap tangannya, lalu berkata dengan heran, “Kamu setengah sadar karena baru bangun tidur, bahkan Xie Ling pun kamu pukul?”

Shen Qiao mendengus kesal, “Tidak mungkin Xie Ling memanggilku Ah-Qiao!”

Yan Wushi tertawa kecil, “Benar juga. Aku sampai lupa, dia biasanya memanggilmu ‘Gege cantik’. Tapi aku tidak bisa memanggilmu seperti itu. Tidak kusangka, kamu yang terlihat baik hati, ternyata sudah lama mengambil keuntungan dariku. Saat mendengar Xie Ling memanggilmu seperti itu dulu, di luar kamu mungkin tak bereaksi, tapi di dalam hati, kamu pasti senang sekali, bukan?”

Shen Qiao menoleh ke samping dengan kesal. “Omong kosong!”

Yan Wushi mencium pipinya dengan cepat, lalu sebelum Shen Qiao sempat bereaksi, ia mundur sejauh tiga langkah.

Shen Qiao mencoba bangkit, namun rasa sakit dari luka dalamnya membuatnya terbatuk hebat sambil memegangi dadanya. Setelah beberapa lama, rasa sakit itu perlahan mereda.

Shen Qiao hanya dapat berkata dengan marah, “Dengan situasi kita sekarang, kamu masih… masih seperti ini!”

Yan Wushi tak bisa menahan tawa, “Ah-Qiao, kamu benar-benar terlalu menggemaskan. Kamu bahkan tidak tahu bagaimana caranya mengutuk orang! Apa itu ‘masih… masih seperti ini’? Biar aku ajarkan, ini namanya ‘hangat dan penuh gairah’!”

Karena marah dan batuk hebat, wajah Shen Qiao memerah sepenuhnya. Matanya yang sedikit basah berkilauan di bawah sinar api, tampak menawan namun penuh kesedihan. Dalam pandangan Yan Wushi, ia benar-benar seperti keindahan alami yang memikat hati, sayangnya hanya bisa dilihat, tak bisa disentuh.

Setelah menyadari bahwa Yan Wushi sengaja menggodanya untuk bersenang-senang, Shen Qiao perlahan menenangkan diri. “Jika kamu terus membuatku marah, lukaku akan sembuh lebih lambat. Kalau di jalan nanti ada yang mengejar kita, aku mungkin tidak bisa melindungimu.”

Yan Wushi tertawa, “Tidak masalah, aku punya rencana bagus.”

Shen Qiao bingung, “Rencana apa?”

Yan Wushi menjawab, “Bukankah waktu itu kamu mendadaniku dengan pakaian wanita? Cara itu cukup bagus. Kali ini, bagaimana kalau kita berdua menyamar sebagai wanita, menaiki kereta kuda, dan berpura-pura pergi ke Hanzhong untuk mengunjungi kerabat? Pasti tidak akan ada yang curiga.”

Mendengar itu, Shen Qiao langsung tahu bahwa Yan Wushi masih menyimpan dendam dari kejadian terakhir kali.

Meskipun kala itu Yan Wushi masih sakit dan yang mengenakan pakaian wanita adalah “Xie Ling,” tetapi tubuhnya tetap sama, sehingga Yan Wushi tidak mungkin tidak menyadarinya.

Shen Qiao mengedipkan mata, lalu mengalihkan pembicaraan, “Bagaimana kondisi tubuhmu sekarang?”

Yan Wushi tersenyum tipis, “Kamu sebenarnya ingin menanyakan bagaimana keadaan Xie Ling, bukan?”

Shen Qiao terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.

Tiba-tiba ia teringat mimpi yang baru saja dialaminya. Bagian pertama mimpi itu tentang gurunya. Mungkin karena rasa sakit di dadanya, ia bermimpi gurunya meletakkan batu di tubuhnya — mimpi yang aneh sekaligus lucu. Namun, kalau dipikir-pikir, mungkin itu karena ia terlalu merindukan gurunya.

Dulu, saat di Gunung Xuandu, latihannya memang berat. Tetapi dengan perlindungan gurunya, ia seperti berada di bawah pohon besar yang menaunginya dari bahaya dan tipu daya dunia luar. Setelah melalui berbagai kesulitan, ia semakin merindukan masa-masa itu. Saat itu gurunya masih ada, dan hubungan antar saudara seperguruannya begitu erat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selain berlatih meningkatkan seni bela diri. Masa-masa itu benar-benar tanpa beban, tanpa kekhawatiran.

Sedangkan bagian akhir dari mimpinya hanyalah refleksi dari kehidupan yang dijalani setelahnya. Berbagai orang muncul silih berganti, namun sosok yang paling membekas dan tetap diingatnya setelah terbangun hanyalah satu — Xie Ling.

Yan Wushi bertanya perlahan, “Ah-Qiao, apakah kamu lebih berharap Xie Ling masih ada di sini atau tidak ada lagi?”

Xie Ling pada dasarnya adalah kepribadian yang terpecah akibat Yan Wushi mengalami penyimpangan qi. Jika Xie Ling masih ada, itu berarti Yan Wushi belum sepenuhnya pulih.

Melihat Shen Qiao tampak ragu untuk menjawab, Yan Wushi tersenyum tipis. “Jika kamu berharap pada pilihan pertama, maka kamu akan kecewa. Meski aku belum sepenuhnya memperbaiki celah di inti iblisku, kepribadianku yang berubah-ubah karena penyimpangan qi sudah berhasil kutekan. Mulai sekarang, di dunia ini tak akan ada lagi sosok yang disebut Xie Ling.”

Shen Qiao tertegun sejenak, tidak berkata apa-apa, namun perasaan sedih perlahan muncul di matanya.

Ia memeluk pakaian luar yang menutupi tubuhnya, duduk terpaku, tampak begitu kesepian dan kehilangan arah, seperti anak kecil yang tersesat. Pemandangan itu membuatnya terlihat begitu rapuh dan mengundang rasa kasihan.

Namun Yan Wushi tahu betul, di balik kelembutan yang terlihat itu, Shen Qiao adalah orang yang keras hati. Sekalipun badai dan kesulitan datang menerpa, ia takkan pernah menundukkan kepala atau menyerah.

Dahulu, Yan Wushi pasti akan bersikap jahat, ingin menguliti lapisan luar kelembutan itu sedikit demi sedikit, untuk melihat apakah inti hatinya yang lembut akan tetap bertahan setelah dipatahkan berkali-kali.

Namun kini, perasaan yang aneh dan sulit dijelaskan tiba-tiba muncul di hati Yan Wushi.

Apakah jejak Xie Ling yang telah ia tekan itu masih meninggalkan keengganan dalam dirinya?

Yan Wushi mengejek dirinya sendiri dalam hati. Tetapi meskipun begitu, apa gunanya? Shen Qiao, yang kamu sukai, cepat atau lambat, pada akhirnya akan melupakan keberadaanmu. Dan kamu, yang bernama Xie Ling, tak akan pernah dapat mendekatinya lagi.

Shen Qiao tidak tahu apa yang ada di pikiran Yan Wushi. Setelah terdiam cukup lama, ia hanya menghela napas pelan dan berkata, “Aku lelah. Aku ingin tidur lagi.”

Ia berbaring dengan lesu, tubuhnya yang sedikit menggigil karena sakit meringkuk di bawah pakaian luar yang tipis. Ia membelakangi Yan Wushi, sehingga wajahnya tak terlihat.

Yan Wushi melangkah mendekat. Shen Qiao tetap tidak bergerak.

Ketika Yan Wushi menyentuhnya, Shen Qiao menepis tangannya. Namun, ujung jari Yan Wushi sempat menyentuh sesuatu yang basah.

“Kamu menangis?” Yan Wushi terdengar terkejut. “Untuk apa menangis? Xie Ling hanyalah bayangan jiwa yang tersisa, bahkan tidak bisa disebut manusia.”

Shen Qiao menjawab dengan suara teredam, “Bagimu, dia mungkin hanya bayangan yang tersisa. Tapi bagiku, dia adalah seseorang yang pernah benar-benar ada.”

Yan Wushi mencibir, “Hanya karena dia kembali mencarimu di bawah tanah?”

Shen Qiao mengabaikannya.

Dalam pandangan Yan Wushi, di antara semua kepribadiannya yang pernah muncul, hanya Xie Ling yang paling lemah dan mudah ditindas, serta paling berbeda dari dirinya yang sesungguhnya. Namun, justru kepribadian itulah yang paling disukai Shen Qiao.

Memikirkan hal itu, wajah Yan Wushi menunjukkan ketidaksenangan. Ia tersenyum dingin. “Kamu selemah ini, tapi masih berkata ingin menjadi lawanku dan bertarung denganku suatu hari nanti. Dengan mental seperti itu, aku khawatir kamu tidak akan pernah bisa mencapai puncak seni bela diri.”

Setelah lama terdiam, Shen Qiao tiba-tiba bertanya, “Menurut Master Sekte Yan, apa yang disebut puncak seni bela diri itu? Apakah itu seperti guruku, Qi Fengge, atau Cui Youwang, atau mungkin Tao Hongjing?”

Ketika dia memanggilnya Xie Ling, suaranya penuh kelembutan dan perasaan. Namun kini, saat mereka berhadapan dalam jarak begitu dekat, panggilannya berubah menjadi “Master Sekte Yan,” tanpa sedikit pun kehangatan.

Yan Wushi menekan rasa tidak senangnya dan menjawab dengan dingin, “Sekalipun mereka memiliki seni bela diri yang tinggi, aku rasa mereka belum bisa disebut berada di puncak.”

Jika orang lain yang mengucapkan itu, pasti ia akan dianggap sombong. Namun Yan Wushi, sebelum mengalami penyimpangan qi, memang memiliki kemampuan yang setara dengan ketiga orang tersebut. Dia memang memiliki kualifikasi untuk mengatakan hal itu.

Shen Qiao berkata, “Benar. Jalan seni bela diri itu tiada ujungnya, jadi dari mana datangnya konsep mencapai puncak? Aku, meskipun tidak berbakat, tahu bahwa kelemahan hati tidak ada kaitannya dengan kemajuan dalam seni bela diri. Master Sekte Yan punya jalannya sendiri, begitu pula diriku. ‘Apa yang tidak kamu inginkan, jangan paksakan pada orang lain.’ Aku berkabung untuk seorang teman lama, aku bersedih untuknya. Apa hubungannya denganmu? Kuharap kamu tahu batasan diri.”

Teman lama? Kamu baru mengenalnya beberapa hari dan hanya bertemu dengannya beberapa kali, bahkan alasan mengapa Xie Ling dipanggil Xie Ling-pun kamu tidak tahu, tapi kamu sudah menyebutnya teman lama?

Yan Wushi mengejek dalam hati, tetapi wajahnya kembali tenang. Ia tersenyum lembut dan berkata, “Baiklah. Kita berdua hanya saling bergantung untuk bertahan hidup di tempat ini. Aku hanya mengajakmu berbicara dengan santai. Mengapa kamu begitu marah?”

Shen Qiao menjawabnya dengan menarik jubah luarnya hingga menutupi kepalanya, jelas-jelas menunjukkan bahwa ia menolak berbicara lebih lanjut.

Yan Wushi: “…”

Selama semalaman, tak ada lagi percakapan di antara mereka.

Keesokan harinya, Shen Qiao bangun sangat pagi. Saat ia terjaga, Yan Wushi telah kembali dari membasuh muka di aliran air dalam gua. Melihat Shen Qiao memandangnya, Yan Wushi tersenyum dan berkata, “Ah-Qiao, pinjamkan aku Pedang Surgawi yang Berduka.”

Raut wajah Yan Wushi tampak lembut, suasana hatinya sangat baik, seolah ketegangan semalam tak pernah terjadi.

Shen Qiao memandangnya dengan waspada. “Kemarin kamu tidak mencabut bulu burung dengan benar. Setelah memakannya, aku mengalami sakit perut.”

Yan Wushi mengangguk ringan. “Itu karena aku baru mengetahui bahwa bulu burung harus dicabut dengan tangan. Kali ini aku tidak akan menggunakan pedang untuk membersihkan bulunya.”

Namun Shen Qiao masih tidak yakin. “Apa yang mau kamu buru? Biar aku saja yang pergi.”

Baru saja ia bangkit, rasa sakit samar terasa di tulang dadanya, membuatnya mengernyit.

Yan Wushi melihatnya dan berkata lembut, “Kamu terluka karena melindungiku. Lebih baik aku saja yang pergi. Aku janji tidak akan membersihkan bulu burung lagi.”

Shen Qiao tidak percaya bahwa Yan Wushi, yang terkenal dingin dan manipulatif, bisa berubah menjadi penuh rasa terima kasih hanya dalam semalam. Namun mengingat kondisi Yan Wushi yang saat ini sedang lemah, setidaknya dengan Pedang Surgawi yang Berduka di tangannya, ia masih punya kesempatan untuk bertahan jika terjadi bahaya. Setelah mempertimbangkan sejenak, Shen Qiao akhirnya menyerahkan pedang itu.

Yan Wushi menerima pedang itu dan pergi. Sebelum berangkat, ia bahkan dengan perhatian ekstra membawa air dalam gulungan daun untuk Shen Qiao membasuh wajahnya.

Awal musim semi membawa hawa dingin. Ketika air menyentuh wajah Shen Qiao, pikirannya langsung jernih. Obat dari giok cistanche memang sangat luar biasa — meskipun tulang rusuknya belum sepenuhnya sembuh, rasa sakit saat bernapas jauh berkurang setelah tidur semalam.

Ia duduk bersila, memusatkan qi-nya untuk mempercepat pemulihan. Setelah setengah hari, Yan Wushi akhirnya kembali.

Shen Qiao, yang tidak menyangka ia pergi cukup lama, bertanya, “Kamu turun gunung?”

Yan Wushi menjawab santai, “Tidak. Aku hanya keluar untuk memeriksa keadaan. Jika tidak ada kejadian tak terduga, malam ini kita bisa turun gunung.”

Shen Qiao mengangguk dan melihat Yan Wushi membawa dua ekor ikan yang ditusuk dengan ranting. “Bagaimana bisa kamu menemukan ikan sebesar itu?”

Yan Wushi tersenyum tipis. “Di musim semi, hujan sering turun. Ikan di sungai pasti segar dan gemuk.”

Namun, Shen Qiao tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Dengan curiga, ia bertanya, “Bagaimana kamu membersihkan sisik dan isi perutnya?”

Tanpa mengangkat kepala, Yan Wushi menjawab ringan, “Tentu saja dengan pedang.”

Shen Qiao langsung naik darah. “Pedang Surgawi yang Berduka bukan untuk membersihkan sisik ikan!”

Yan Wushi menghela napas pelan, seolah benar-benar merasa dirinya telah diperlakukan tidak adil.

Ah-Qiao, kamu benar-benar tidak masuk akal. Kamu mengatakan bahwa pedang itu tidak boleh digunakan untuk membersihkan bulu burung, dan aku sudah setuju. Tapi kamu tidak pernah melarangku menggunakannya untuk membersihkan sisik ikan. Lagi pula, ikan ini separuhnya akan masuk ke perutmu. Apa karena pedang itu berbau amis, kamu jadi tidak bisa mencapai kondisi Jantung Pedang saat bertarung?”

Wajahnya menunjukkan ekspresi seolah berkata, “Kamu yang bersikap tidak masuk akal, untung aku cukup sabar dan besar hati menghadapimu.”

Melihat sikapnya yang merasa bahwa dia benar, membuat Shen Qiao sangat marah dan hampir saja memungut batu di dekatnya dan melemparkannya ke arah kepala Yan Wushi.


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

Keiyuki17

tunamayoo

Leave a Reply