Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma


Kaisar Baru.


Melihat perubahan ekspresi Shen Qiao, para prajurit mengira ia hanya sulit menerima kenyataan itu. Salah satu dari mereka berusaha menghiburnya, “Mendiang Kaisar memang tidak menyukai ajaran Buddha maupun Tao. Namun, setelah Kaisar sekarang naik takhta, pembatasan terhadap ajaran itu telah dilonggarkan. Bahkan, Buddha kembali dijadikan kepercayaan keyakinan negara. Pendeta Tao, kamu bisa berjalan-jalan di Kota Chang’an tanpa khawatir akan diperiksa.”

Shen Qiao tersenyum pahit. Apakah ini dapat dianggap sebagai berkah di tengah kemalangan?

“Kalau begitu, mengapa Kaisar tidak mau menjalani masa berkabung untuk ayahnya?”

Mendengar pertanyaan itu, kedua prajurit langsung tegang. Mereka memandang sekeliling dengan cemas, memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka, lalu berbisik, “Hal itu bukanlah sesuatu yang dapat kami pahami, Pendeta Tao. Sebaiknya kamu tidak menanyakan hal itu lagi!”

Shen Qiao bertanya lagi, “Lalu, apakah kalian tahu bagaimana kabar Pangeran Qi, Yuwen Xian?”

Keduanya menggeleng, menunjukkan bahwa mereka tidak tahu.

Sebagai prajurit rendahan, memang bukan wewenang mereka untuk mengetahui keberadaan anggota keluarga kerajaan.

Karena tidak ada lagi yang bisa ia tanyakan, Shen Qiao pun mengucapkan terima kasih kepada mereka. Setelah menghabiskan tehnya, ia melihat para prajurit itu bersiap melanjutkan perjalanan dengan membawa keluarga para pejabat yang diasingkan. Shen Qiao berpamitan, mengambil kendali kudanya yang terikat di pagar, lalu melompat naik ke pelana dan melanjutkan perjalanannya menuju Chang’an.

Begitu memasuki Kota Chang’an, Shen Qiao tidak merasakan perubahan besar. Kota itu tetap ramai seperti biasa, penuh dengan hiruk-pikuk aktivitas. Orang-orang datang dan pergi tiada henti, jauh lebih makmur dibandingkan wilayah lain yang ia lewati sebelumnya. Perbedaannya hanya satu — jumlah pejabat yang berkeliaran di jalan, terutama di jalan utama yang mengarah ke istana, tampak jauh lebih banyak. Beberapa dari mereka berpatroli, sementara yang lain mengawal tahanan.

Di antara para tahanan, ada pria dan wanita, tua dan muda. Wajah mereka penuh kesedihan, sangat kontras dengan keramaian kota yang tampak meriah.

Shen Qiao berhenti sejenak, memperhatikan mereka. Tangisan anak-anak di dalam rombongan membuat hatinya terasa pedih. Namun ia tahu betul, tidak peduli apakah keluarga itu bersalah atau tidak, bahkan jika ia menolong mereka, ia tidak akan mampu memberikan perlindungan atau tempat yang aman bagi mereka. Pada akhirnya, bantuan yang ia berikan mungkin justru membuat mereka menderita lebih parah.

Terlebih lagi, ia yakin bahwa ke depannya akan ada lebih banyak orang yang mengalami nasib serupa.

Menyelamatkan satu keluarga memang mudah, tetapi menyelamatkan semua orang sangat sulit.

Dengan menghela napas panjang, Shen Qiao mengalihkan pandangannya dan berbalik meninggalkan tempat itu.

Pertama, Shen Qiao pergi ke Kediaman Pembimbing Muda milik Yan Wushi di ibu kota. Ia tidak mendekat, hanya memandang dari kejauhan. Seperti yang sudah diduga, rumah itu kini telah disita, gerbang depan terkunci rapat, halaman terlihat sunyi. Di kota yang setiap jengkal tanah sangat berharga, justru area sekitar kediaman itu tampak sepi, bahkan kereta kuda jarang melintas. Orang-orang tampaknya takut dikaitkan dengan tempat itu, memilih menghindarinya sejauh mungkin.

Namun, di dekat situ ada beberapa penjual sayur dengan tandu yang sedang menunggu pelanggan. Ada juga beberapa orang yang datang membeli. Meski tampak seperti pedagang biasa, setelah diamati lebih seksama, ekspresi mereka menunjukkan sesuatu yang berbeda — mereka lebih terlihat seperti orang yang sengaja menunggu di tempat itu.

Jika ini terjadi di masa lalu, Shen Qiao pasti sudah langsung mendekat untuk menanyakan situasinya. Namun, setelah berinteraksi dengan Yan Wushi cukup lama, tanpa disadari ia mulai meniru kebiasaan pria itu — memperhatikan detail sebelum bertindak. Menyadari kejanggalan dari orang-orang tersebut, ia memilih untuk tidak mendekat.

Bian Yanmei juga memiliki dua rumah di ibu kota. Salah satunya adalah kediaman resmi yang diberikan oleh Yuwen Yong, sama seperti Kediaman Pembimbing Muda, sementara yang satunya lagi adalah rumah pribadi yang lebih sedikit diketahui orang. Meski begitu, rumah tersebut bukanlah rahasia. Ketika Shen Qiao dulu berada di Chang’an, Bian Yanmei, yang salah paham dengan hubungannya dengan Yan Wushi, bahkan dengan antusias menunjukkan lokasi rumah itu dan mengundang Shen Qiao untuk berkunjung, membuat Shen Qiao tidak tahu harus tertawa atau menangis.

Kediaman resmi Bian Yanmei mengalami nasib yang sama seperti Kediaman Pembimbing Muda — disita oleh pemerintah, dengan petugas yang menyamar diam-diam mengawasi gerbangnya.

Rumah pribadi itu ternyata masih utuh. Pintunya tertutup rapat, tetapi tidak dikunci.

Rumah pribadi Bian Yanmei terletak di sebuah gang terpencil di sisi barat kota. Kawasan itu dihuni oleh keluarga-keluarga terpelajar dengan kekayaan yang tidak seberapa. Tidak ada kemewahan pejabat tinggi yang mencolok, juga tidak seramai distrik perdagangan, membuat tempat itu menjadi lokasi persembunyian yang sempurna.

Shen Qiao tidak mengetuk pintu, melainkan langsung melompati tembok. Dengan seni bela dirinya, ia melompat dengan gerakan yang halus dan tanpa suara, terlihat anggun.

Rumah itu terawat dengan baik. Tanaman hijau terpangkas rapi, tidak ada debu yang terlihat. Namun, suasana di dalam rumah sangat sepi, tidak ada seorang pun di sana.

Shen Qiao berkeliling ke seluruh rumah, membuka setiap pintu kamar, tetapi ia tidak menemukan apa pun.

Kemana Bian Yanmei pergi?

Selama bertahun-tahun, kekuatan Sekte Bulan Jernih telah menyatu dengan pemerintahan Zhou Utara. Yuwen Yong memberikan posisi tinggi kepada mereka, menjadikan mereka sekutu yang dipercaya. Chang’an bahkan dapat dibilang sebagai markas utama Sekte Bulan Jernih. Namun, di antara tiga sekte besar Sekte Iblis, Sekte Bulan Jernih memang sedikit unik. Yan Wushi hanya memiliki dua murid — Bian Yanmei dan Yu Shengyan. Sisa kekuatan sekte itu tersebar di berbagai wilayah, membuat mereka terlihat seperti sekte dengan “anggota yang sedikit.”

Kini, ibu kota telah kosong dari keberadaan mereka. Mencari jejak Bian Yanmei di kota ini bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami.

Terdengar suara samar dari bagian sayap timur— suara meja yang tidak sengaja tergeser. Itu adalah satu-satunya ruangan yang belum dimasuki oleh Shen Qiao.

Orang di dalam ruangan itu menahan napas sepelan mungkin, tetapi bagi Shen Qiao, setiap suara sekecil apa pun terdengar jelas.

Ia mendorong pintu, melangkah masuk, berjalan pelan ke arah balik sekat.

Suara napas yang tertahan semakin berat. Shen Qiao berhenti di depan tempat tidur, lalu membungkuk dan mengulurkan tangan.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari bawah dipan, dan sebelum tangannya menyentuh siapa pun, sosok kecil itu sudah melesat keluar, berlari menuju pintu.

Namun, ia hanya sempat berlari beberapa langkah sebelum tubuhnya kaku di tempat. Suaranya pun terhenti — titik akupunturnya telah ditekan, membuatnya tidak bisa bersuara, hanya menatap penuh ketakutan.

“Jangan takut.” Ia mendengar suara itu, lembut dan tenang.

“Aku datang ke sini mencari seorang teman lama. Tapi ternyata, mereka semua sudah pindah, jadi aku masuk untuk memeriksa. Siapa kamu?” Seorang Pendeta Tao tampan dengan aura yang memancarkan kedamaian berjongkok di depannya, berbicara dengan nada ramah.

Melihat sosok itu sama sekali tidak tampak seperti seseorang yang jahat. Jantung gadis kecil itu, yang tadinya berdetak kencang, perlahan mulai tenang.

Shen Qiao membuka titik akupuntur di leher gadis itu, membuatnya dapat berbicara lagi.

Gadis kecil itu tampak masih sangat muda, wajahnya kotor penuh debu, tetapi kulitnya yang putih dan halus masih terlihat jelas. Dari pakaian yang ia kenakan, bisa ditebak bahwa ia berasal dari keluarga kaya raya dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, mengapa ia berada di tempat ini masih menjadi misteri.

“Siapa kamu?” Gadis itu memberanikan diri bertanya balik.

Shen Qiao tersenyum. “Namaku Shen Qiao, seorang pendeta dari Gunung Xuandu.”

“Shen Qiao?” Gadis itu tampak berpikir sejenak. “Apakah ‘Shen’ seperti dalam Liji1Liji (礼记) adalah salah satu teks klasik Tiongkok yang membahas tentang ritual, etika, dan tata cara dalam kehidupan sosial serta pemerintahan. Teks ini merupakan salah satu dari Lima Buku Klasik (五经) dalam ajaran Konfusianisme. yang berarti pohon elm, dan ‘Qiao’ seperti dalam Liezi2Liezi (列子) adalah teks filosofis Taoisme yang mengandung cerita-cerita tentang kebijaksanaan dan pencerahan, yang dikaitkan dengan tokoh legendaris Liezi, yang merupakan salah satu tokoh utama dalam ajaran Taoisme. yang merujuk pada Gunung Yuanqiao?”

“Benar, itulah namaku.” Shen Qiao terkesan dengan pengetahuan gadis kecil itu. “Putri dari keluarga mana kamu, dan mengapa kamu bersembunyi di sini?”

Gadis itu, meskipun tampak dewasa untuk usianya, akhirnya menunjukkan ekspresi lega. “Aku pernah mendengar pamanku menyebutkan nama Pendeta Tao Shen. Sepertinya kamu bukan orang yang datang atas perintah untuk mencariku, bukan?”

Shen Qiao mengerutkan kening, sedikit bingung. “Siapa pamanmu? Dan atas perintah siapa aku harus mencarimu?”

Gadis itu menjawab dengan tenang, “Namaku Dou Yan, dari keluarga Dou. Ibuku adalah Putri Xiangyang.”

Shen Qiao langsung mengerti: “Yang kamu sebut sebagai paman, seharusnya adalah mendiang kaisar, bukan?”

Dou Yan mengangguk. “Ya. Di rumah kami ada yang mengawasi. Orang-orang itu ingin aku masuk ke istana menemui Yang Mulia, jadi aku harus kabur diam-diam. Awalnya aku berniat datang ke tempat Paman Bian, tetapi ternyata tidak menemukan siapa pun di sini. Di luar ada orang yang mencariku, dan aku tidak berani keluar…”

Shen Qiao mengerutkan alis. “Apa yang sebenarnya terjadi? Ibumu adalah kakak perempuan mendiang kaisar, bibi dari kaisar saat ini. Siapa yang berani menindas keluargamu?”

Begitu perkataannya selesai, Shen Qiao segera menyadari jawabannya. Selain kaisar, siapa lagi yang berani menindas keluarga kerajaan? Bukankah itu berarti kaisar sendiri?

Dou Yan menggigit bibir bawahnya, tampak seperti ada hal yang sulit diungkapkan. Shen Qiao tidak memaksanya berbicara, melainkan berkata dengan lembut: “Rumah ini sepertinya sudah ditinggalkan. Jika kamu menunggu di sini, tidak akan ada gunanya. Lebih baik kamu pulang ke rumah. Dengan ibumu di sana, kaisar pasti tidak akan berani melakukan apa pun kepadamu.”

“Tidak, tidak! Aku tidak boleh pulang!” Dou Yan menggelengkan kepala dengan keras. “Jika aku pulang, kaisar pasti akan memanggilku ke istana. Saat itu, ayah dan ibuku tidak akan bisa melindungiku, dan nyawaku akan melayang!”

Shen Qiao melihat betapa seriusnya gadis itu berbicara. Dia bingung sejenak dan hendak menanyakan rencana Dou Yan, tetapi suara keributan tiba-tiba terdengar dari luar. Langkah kaki yang berat mendekat, diikuti dengan suara keras pintu gerbang rumah itu didobrak dengan paksa.

“Tempat ini bukanlah lokasi penting. Sepertinya orang-orang di sini sudah lama pergi. Kalian tidak perlu masuk, biar aku sendiri yang memeriksa,” terdengar suara dari luar.

Suara itu terdengar agak familiar. Shen Qiao berpikir sejenak, lalu teringat sebuah nama.

Puliuru Jian.

Dou Yan begitu ketakutan dan bersembunyi di belakang Shen Qiao, menarik ujung lengan bajunya. “Ayo pergi, cepat!”

Namun Shen Qiao tetap diam di tempat. Melihat itu, Dou Yan menghentakkan kakinya dengan cemas, lalu kembali berlari ke ruangan semula, kemungkinan besar bersembunyi lagi di bawah dipan.

Dou Yan baru saja berlari masuk ketika Puliuru Jian sudah melangkah ke dalam halaman. Tepat di sana, ia bertatapan langsung dengan Shen Qiao.

Shen Qiao tetap tenang. Sebaliknya, Puliuru Jian tampak sangat terkejut.

“Kamu…” Baru saja ia mengucapkan satu kata, ia langsung terdiam. Setelah melirik keluar sejenak, ia memberi Shen Qiao sebuah isyarat agar tidak bersuara.

Shen Qiao memahami maksudnya dan mengangguk, menunggu Puliuru Jian berbicara terlebih dahulu.

Namun, Puliuru Jian tampak ragu. Alisnya berkerut, ekspresinya terus berubah, seolah dia ragu-ragu tentang apa yang harus dikatakan.

Sebaliknya, Dou Yan yang bersembunyi di dalam ruangan tidak sabar menunggu, diam-diam mengintip dari balik pintu. Ia mengira gerakannya tersembunyi, tetapi ternyata terlihat oleh Puliuru Jian. Pria itu tampak terkejut, lalu berjalan beberapa langkah ke arahnya, membuat Dou Yan ketakutan hingga hampir kembali lari ke dalam.

Puliuru Jian dengan cepat menatap Shen Qiao dan berbicara dengan nada rendah serta cepat, “Apakah Pendeta Tao Shen mengetahui keberadaan Pejabat Resmi Bian?”

Shen Qiao menggelengkan kepalanya.

Puliuru Jian berdecak, kemudian berkata dengan tegas, “Aku diberikan sebuah tugas, tapi aku tidak mampu melaksanakannya. Maka aku mohon Pendeta Tao Shen berkenan membantuku. Tolong bawa Nona Muda dari Keluarga Dou ini ke Keluarga Su agar ia bisa berlindung di sana untuk sementara!”

Shen Qiao menunjukkan ekspresi bingung. Keluarga Su?

Puliuru Jian menambahkan, “Di kediaman Adipati Meiyang!”

Sebelum Shen Qiao sempat menjawab, terdengar suara seseorang dari luar yang bertanya dengan lantang, “Apakah Tuan Adipati Sui menemukan sesuatu? Apakah membutuhkan bantuan?”

Puliuru Jian dengan cepat menjawab dengan suara lantang, “Tidak perlu, aku akan keluar segera!”

Ia tak punya waktu lagi untuk menjelaskan hanya menundukkan kepala kepada Shen Qiao dan bergegas pergi.

Beberapa saat kemudian, suara langkah kaki dari luar perlahan memudar. Setelah itu, pintu utama ditutup kembali dan dikunci rapat dari luar.

Dou Yan mengintip keluar dari ruangan, wajahnya terlihat cemas.

Shen Qiao berkata kepadanya, “Semua orang sudah pergi. Tuan Adipati Sui memintaku untuk mengantarmu ke kediaman Adipati Meiyang agar kamu bisa berlindung untuk sementara di sana. Bagaimana menurutmu?”

Dou Yan berpikir sejenak, kemudian menjawab, “Tidak masalah, Adipati Meiyang selalu berhubungan baik dengan ayahku, pasti ayahku telah menitipkanku padanya. Kalau begitu, aku akan sangat berterima kasih kepada Pendeta Tao Shen. Apakah ini akan mendatangkan masalah bagimu?”

Shen Qiao tersenyum, “Tidak akan, ini hanya hal kecil.”

Dengan mudah, ia membawa Dou Yan memanjat pagar dan mengikuti jalan kecil menuju kediaman Su, sesuai arah yang diberikan Dou Yan. Dou Yan terkesima melihat gerakan ringan Shen Qiao, yang sangat mengagumkan. Sepanjang perjalanan, dia tidak dapat menutup mulutnya yang ternganga, dan ketika mereka tiba di pintu belakang kediaman Su, wajah Dou Yan dipenuhi rasa hormat dan kekaguman pada Shen Qiao.

Shen Qiao tidak dapat menahan diri untuk tidak mengusap kepala Dou Yan yang seperti bola kecil, lalu ia melompat masuk melalui pintu belakang kediaman Su.

Dou Yan berbisik sambil memberi petunjuk, “Lewati halaman ini, rumah kedua di depan adalah ruang baca, ayahku sering membawaku ke sana, Adipati Meiyang biasanya berada di sana pada siang hari…”

Dengan keterampilan Shen Qiao, menyusup ke kediaman Su sebenarnya agak berlebihan, karena Su Wei sedang membaca di ruang baca dengan tenang. Tidak diduga, tiba-tiba dua sosok besar dan kecil masuk melalui pintu luar, yang hampir membuatnya terkejut dan berteriak meminta bantuan.

Untungnya, Su Wei mengenali Shen Qiao dan Dou Yan, sehingga ia menahan kata-kata yang hendak keluar dan mengubah nada suaranya menjadi lebih normal, “Pendeta Tao Shen? Putri Kedua Dou?”

Dou Yan turun dari pelukan Shen Qiao dan berkata dengan suara ceria, “Paman, jangan terkejut, Ah-Yan tidak punya niat buruk dengan datang ke sini!”

Su Wei segera bangkit dan membuka pintu untuk memastikan tidak ada orang yang mengintip, lalu menutup pintu kembali dan berkata, “Bagaimana kalian bisa datang ke sini? Ah-Yan, kudengar saat ini keluarga Dou dikepung oleh orang-orang yang dikirim oleh Yang Mulia untuk mencarimu.”

Dou Yan dengan murung berkata, “Iya, ini semua salahku, karena aku membawa masalah bagi orang tuaku. Yang Mulia khawatir orang tuaku akan menyembunyikanku, jadi mereka mengawasi keluarga Dou. Aku tidak bisa kembali sekarang, hanya bisa meminta perlindungan dari Paman.”

Shen Qiao berkata, “Kami bertemu dengan Tuan Adipati Sui di kediaman Bian dan dia yang menyuruh kami untuk mencari Tuan Su.”

Su Wei menghela napas, “Baiklah, ikuti aku.”

Dia tidak bertanya lebih lanjut tentang alasan mereka, karena tampaknya sudah mengetahui sebagian. Sebaliknya, Shen Qiao merasa bahwa semuanya berada di luar ekspektasinya sejak dia memasuki Chang’an, semuanya terasa tidak terduga, dan kini hanya dapat melangkah selangkah demi selangkah.

Su Wei berdiri dan mendorong rak buku, membuka pintu tersembunyi di belakangnya, lalu membawa mereka melalui lorong tersembunyi hingga sampai ke ruangan lain.

Ruangan itu tidak gelap, karena ada jendela yang tertutup oleh dedaunan hijau, jadi cahaya matahari dapat menyelinap masuk dengan samar. Jika ini musim panas, tempat ini pasti menjadi tempat yang nyaman untuk menghindari sengatan panas, namun juga cukup tersembunyi, membuat orang lain sulit menemukannya.

Di samping jendela, berdiri seseorang pria yang membelakangi mereka, dengan tangan terlipat di belakang. Begitu Su Wei masuk, orang itu berbalik dan melihat Dou Yan, lalu terkejut: “Putri Kedua?”

Dou Yan yang sebelumnya tampak sangat dewasa, tidak dapat menahan diri dan langsung menangis: “Paman Kelima! Paman Mendiang Kaisar dibunuh oleh sepupuku!”

Begitu kata-kata itu keluar, semua orang yang ada di ruangan tersebut terkejut dan terperanjat.


Penulis ingin mengatakan sesuatu:

Shen Qiao: Aku merasa seolah-olah aku sedang menyelesaikan wasiatmu.

Lao Yan: Oh, jadi kamu adalah jandaku?

Shen Qiao: …


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

Keiyuki17

tunamayoo

Leave a Reply