Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma


Mengirim Pergi.


Apa yang dikatakan Zhangsun Sheng memang benar, pil Embun Giok ternyata sangat efektif. Shen Qiao meminum dua butir, beristirahat sejenak, lalu mengalirkan qi batin Strategi Vermilion Yang di tubuhnya. Setelah meridian tubuhnya terbuka dan aliran darahnya lancar, rasa sesak dan nyeri di dadanya pun berkurang banyak, sehingga ia tidak lagi merasa sangat lelah hanya untuk mengucapkan beberapa kata.

Setelah berpamitan dengan Zhangsun Sheng dan Dou Yi, ia menaiki kuda bersama Yuwen Song. Untuk membiasakan Yuwen Song, ia sengaja memperlambat laju kudanya sambil menoleh ke belakang.

Kota Chang’an berdiri megah dan kokoh seperti dulu, tak tergoyahkan meski dilanda perang. Namun, selama ribuan tahun, dunia terus berubah, dinasti terus berganti, dan tragedi seperti kematian penuh ketidakadilan yang menimpa Yuwen Xian mungkin akan terlupakan seiring waktu.

Dou Yan, yang digandeng ayahnya, menatap mereka tanpa berkedip, lalu berseru, “Jaga dirimu Pendeta Tao Shen! Jaga dirimu Pangeran Ketujuh Yuwen!”

Shen Qiao tersenyum padanya, namun melihat Yuwen Song yang duduk di depannya tetap diam, ia pun bertanya, “Apakah kamu ingin menoleh untuk melihat Chang’an sekali lagi? Kita tidak tahu kapan kita bisa kembali setelah perjalanan ini.”

Setelah terdiam sejenak, Yuwen Song berkata, “Tempat yang membawa kesedihan, melihatnya hanya akan menambah duka. Aku hanya menyesal karena tak berdaya, tidak dapat berbuat apa pun selain menyaksikan penderitaan dan ketidakadilan yang menimpa orang tuaku.”

Usianya belum genap lima belas tahun, tetapi ucapannya sudah seperti orang dewasa. Dulu, ketika Shiwu kehilangan gurunya, dia menangis hingga tak bisa berhenti. Sebaliknya, Yuwen Song, meski sempat menangis sekali ketika berada di kediaman keluarga Su, kini suaranya memang parau, tetapi ucapannya tetap jelas dan lancar, jauh lebih tenang dibandingkan Shiwu. Anak-anak dari keluarga bangsawan mungkin memang terbiasa seperti ini. Lihat saja Dou Yan, ketika berada dalam pelukan Shen Qiao di tengah situasi yang sangat berbahaya, dia tidak panik atau meronta sembarangan yang dapat mengganggu Shen Qiao dalam menghadapi musuh.

Shen Qiao mengusap kepala Yuwen Song. “Jangan berpikir seperti itu. Ayahmu sebenarnya punya kesempatan untuk mundur dengan aman, tapi dia tetap memilih untuk tinggal. Pertama, karena dia tidak ingin meninggalkan ibumu dan saudara-saudaramu menghadapi bahaya sendirian. Kedua, dia ingin menunjukkan kepada kaisar dan dunia bahwa dia tetap setia dan tidak bersalah. Mungkin tidak semua orang memahaminya, tapi kamu, sebagai anaknya, pasti mengerti, bukan?”

Yuwen Song mengangguk pelan. Setelah beberapa saat, dia berkata dengan suara lirih, “Sebenarnya, Ayah sudah membuat rencana agar Ibu dan yang lain bisa melarikan diri. Tapi Ibu tidak ingin meninggalkan Ayah sendirian menghadapi bahaya. Kakak-kakakku juga semuanya menolak pergi. Hanya aku yang masih kecil, jadi Paman Yan memaksa untuk membawaku pergi…”

Shen Qiao berkata, “Benar. Setiap orang yang lahir di dunia ini memiliki pilihan mereka sendiri. Ada yang memilih hidup dengan mengorbankan harga diri, namun ada juga yang rela mengorbankan nyawa demi menjaga nama baik dan kehormatan. Keduanya tidak dapat disalahkan. Dalam masa-masa sulit, ketulusan seseorang akan lebih terlihat. Jika Pangeran Qi memiliki begitu banyak orang yang membantunya, baik secara terang-terangan maupun diam-diam, bahkan keluarga Su berani terang-terangan melawan kaisar demi mendukungnya, itu berarti kepribadian Pangeran Qi telah dikenal dan dihormati oleh banyak orang, sehingga tak bisa dirusak oleh fitnah. Aku telah menerima kepercayaan untuk menjagamu, jadi aku pasti akan menjagamu dengan baik. Apakah kamu punya kerabat yang ingin kamu datangi?”

Awalnya, Shen Qiao berencana langsung membawa Yuwen Song ke Sekte Awan Giok di Gunung Tai. Namun, setelah melihat anak itu meski masih kecil sudah memiliki pendirian yang kuat, ia pun mengubah pikirannya dan memutuskan untuk mendengar pendapat Yuwen Song, bukan memutuskan sepihak.

Yuwen Song menggelengkan kepala. “Kerabat keluarga Yuwen semua adalah bangsawan kerajaan. Meski mungkin ada yang bersedia menerimaku, jika pihak atas menelusurinya, mereka pasti akan terlibat masalah. Sekarang, Yuwen Yun telah membunuh tiga anggota keluarga kerajaan yang dihormati, termasuk Ayahku. Dia pasti tidak akan segan untuk membunuh lebih banyak orang demi menegaskan kekuasaannya. Pendeta Tao Shen, ke mana pun kamu pergi, aku akan ikut.”

Shen Qiao tersenyum. “Baiklah, kalau begitu kita pergi ke Sekte Awan Giok.”

Yu Wen Song bertanya, “Di mana itu Sekte Awan Giok?”

“Di Gunung Tai,” jawab Shen Qiao.

Mata Yuwen Song berbinar, menunjukkan minatnya. “Gunung Tai? Bukankah itu puncak utama dari Lima Gunung Suci?”

Shen Qiao tersenyum dan berkata, “Benar. Gunung Tai berdiri megah di antara pegunungan lainnya, pemandangannya luar biasa dan dianggap sebagai yang terindah di dunia. Matahari terbit yang menembus awan di sana benar-benar tidak ada duanya. Jika kamu melihatnya dengan mata sendiri, kamu pasti tidak akan menyesal.”

Yuwen Song, yang masih anak-anak, mudah teralihkan perhatiannya. Meski sebelumnya sangat berduka, mendengar penjelasan Shen Qiao membuat matanya memancarkan rasa penasaran dan kerinduan.

Sebelumnya, Yuwen Yun merasa terancam oleh reputasi Yuwen Xian yang sangat dihormati. Khawatir keadaan akan semakin rumit, ia awalnya hanya mengepung kediaman Pangeran Qi, memaksa Yuwen Xian untuk bersembunyi dengan tergesa-gesa. Banyak orang mengira Yuwen Yun belum berniat untuk membunuh, sehingga mereka lengah. Namun, tidak disangka, Yuwen Yun tiba-tiba menyerang dengan memerintahkan Murong Qin untuk membunuh pamannya sendiri. Seluruh anggota keluarga Pangeran Qi, tidak sanggup menanggung penghinaan itu, dan akhirnya bunuh diri di hadapan utusan kaisar. Ketika kabar itu menyebar, seluruh kota terkejut. Banyak orang merasa sedih atas kematian Yuwen Xian dan mengajukan petisi untuk mengecam Chen Gong dan pejabat lain yang menjadi kaki tangan kaisar. Secara tersirat, mereka juga menyindir sang kaisar. Bahkan, ada pihak yang diam-diam membantu, membuat kaisar sibuk sehingga tidak sempat mengirim orang untuk mengejar Shen Qiao dan Yuwen Song yang melarikan diri keluar dari kota.

Dengan begitu, Shen Qiao berhasil membawa Yuwen Song meninggalkan Chang’an selama beberapa hari tanpa terlihat adanya pengejar.

Adapun para anggota Sekte Harmoni, Shen Qiao telah membunuh dua penatua mereka, menciptakan dendam besar dengan sekte itu. Meski tanpa kejadian itu pun, perselisihan mereka sudah dimulai sejak Sang Jingxing meracuni Shen Qiao hingga kehilangan kekuatannya dan malah menjadi bumerang hingga membuatnya terluka parah. Dengan latar belakang seperti itu, konflik di antara mereka sudah tak terelakkan. Meski situasi mereka sementara ini aman, itu tidak berarti mereka akan selamanya aman.

Meskipun Shen Qiao masih terluka, kekuatannya sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Selama yang datang bukanlah Sang Jingxing atau Yuan Xiuxiu, ia masih mampu menghadapi musuh dan melindungi Yuwen Song. Oleh karena itu, saat mereka tiba di Provinsi He, Shen Qiao memperlambat perjalanan. Alih-alih mengambil rute tercepat ke Sekte Awan Giok, ia memilih berjalan ke arah selatan, sambil memulihkan diri dan membawa Yuwen Song untuk menghibur hatinya.

Mereka menghabiskan lebih dari tiga bulan di perjalanan. Keduanya berjalan santai, terkadang berhenti di kota-kota untuk beristirahat di kuil-kuil Tao. Shen Qiao kerap membawa Yuwen Song mendaki bukit untuk menikmati pemandangan indah atau menjelajahi jalan-jalan kota, mengamati kehidupan masyarakat sehari-hari.

Seperti kata pepatah, kehidupan manusia yang beragam mengandung makna sejati. Dalam mengamati dunia, tersimpan banyak pelajaran. Jalan kebenaran mungkin beraneka ragam, tetapi semuanya bermuara pada inti yang sama. Semakin banyak Shen Qiao melihat dan memahami, semakin jernih pikirannya, yang pada gilirannya memperkaya pemahamannya tentang seni pedang dan seni bela diri.

Kini, Shen Qiao bukan lagi Pemimpi Sekte Gunung Xuandu yang terpuruk karena dikhianati. Setelah berkelana di dunia, ia justru tampak semakin suci dan lepas dari debu duniawi. Dengan rambut hitam panjang, pakaian biru sederhana, pedang di punggung, serta wajah yang bercahaya bak bulan purnama, penampilannya memancarkan aura luhur dan anggun. Tanpa disadari, ia menimbulkan rasa hormat yang membuat orang enggan bersikap lancang atau mengotori sosoknya yang memancarkan keagungan dan kesucian.

Pengalaman yang didapat Yuwen Song selama perjalanan ini sangat membantu meringankan beban dan kesedihannya. Di usianya yang masih muda, jika ia terus memendam kesedihan dalam waktu lama, kesehatannya akan memburuk dan usianya mungkin tidak akan panjang. Shen Qiao dengan penuh perhatian membawanya berkelana, tidak banyak berbicara soal filsafat atau ajaran, melainkan membiarkannya melihat dunia, memahami berbagai hal, dan dengan itu membuka pikirannya serta memperluas pandangannya.

“Ah, Pendeta Tao, kalian berdua datang di waktu yang tepat! Hari ini adalah perayaan ulang tahun ke-60 Tuan Huang. Banyak cendekiawan dan tokoh dari kota dan desa sekitar datang untuk mengucapkan selamat. Jika kamu ingin mendaki gunung, sebaiknya tunggu sampai besok, karena melewatkan pesta ulang tahun ini akan sangat disayangkan!”

Ketika mereka tiba di wilayah Runan, Shen Qiao membawa Yuwen Song bermalam di sebuah penginapan. Melihat mereka berdua adalah pendatang dari luar kota, pelayan penginapan pun memperkenalkan acara tersebut.

“Tuan Huang?” Shen Qiao tidak dapat menebak siapa yang dimaksud hanya dari namanya.

“Benar! Tuan Huang memiliki nama asli Huang Xidao. Dia adalah seorang cendekiawan terkenal di kota ini. Katanya, baik di kalangan akademisi maupun dunia seni bela diri, namanya cukup disegani. Saya sendiri tidak tahu banyak soal itu, tapi di kota ini, namanya benar-benar terkenal. Dia sangat ramah dan suka menjamu tamu. Bahkan, orang yang tidak diundang pun dapat ikut menikmati anggur di pestanya. Kabarnya, hari ini ada maestro yueqin, Tuan Du, yang akan memainkan musik untuk mengucapkan selamat. Banyak orang datang hanya untuk mendengarnya. Bahkan jika tidak bisa masuk ke dalam, mendengar dari luar saja sudah cukup untuk menyenangkan hati…”

Pelayan itu masih terus mengoceh tanpa henti, sementara Shen Qiao merenungkan nama Huang Xidao. Sepertinya ia pernah mendengar nama itu disebut oleh Yan Wushi. Konon, Huang Xidao berasal dari keluarga terpandang di Runan. Ia sangat mahir dalam musik, dan juga memiliki kemampuan seni bela diri yang cukup baik. Namun, karena latar belakang keluarganya, ia tidak dianggap secara penuh di kalangan dunia seni bela diri.

Yan Wushi biasanya memandang rendah orang dengan kemampuan seni bela diri biasa. Jadi, alasan ia pernah menyebut nama Huang Xidao adalah karena keunikan orang itu dalam memainkan musik. Ia mampu memainkan nada yang memancarkan aura mematikan sekaligus melantunkan melodi yang lembut hingga menarik burung-burung berkumpul. Dalam hal ini, ia memiliki kesamaan dengan Guang Lingsan, pemimpin Sekte Seni Cermin. Meskipun Huang Xidao mungkin tidak sekuat Guang Lingsan dalam hal seni bela diri, kemampuannya dalam musik mungkin bahkan melampaui Guang Lingsan. Itulah sebabnya Yan Wushi sempat menyebut namanya saat membahas Guang Lingsan.

Mata Yuwen Song langsung berbinar. Ia menarik ujung pakaian Shen Qiao dan, setelah Shen Qiao membungkuk, ia berbisik, “Aku pernah melihat maestro yueqin yang disebutkan tadi. Namanya Du Yun. Dia pernah tampil di istana. Musiknya sungguh memukau, sampai membuat orang teringat-ingat selama tiga hari.”

Shen Qiao bertanya, “Apakah kamu ingin mendengarnya?”

Dengan wajah penuh keinginan, Yuwen Song menjawab, “Bolehkah?”

Shen Qiao tersenyum tipis. “Tentu saja. Karena Tuan Huang dikenal ramah, ia pasti tidak akan keberatan menerima dua tamu tak diundang seperti kita.”

Tempat ini tidak jauh dari kediaman Huang. Ketika Shen Qiao dan Yuwen Song tiba, seorang pria berseragam kepala pelayan berdiri di depan pintu, menyambut tamu yang datang.

Melihat Shen Qiao membawa Yuwen Song mendekat, kepala pelayan itu seperti biasa menanyakan nama mereka. Untuk menghindari masalah, Shen Qiao menyembunyikan identitas aslinya. “Namaku Shan Qiaozi, seorang pendeta pengelana. Kudengar Tuan Huang berulang tahun, jadi kami datang untuk mengucapkan selamat.”

Agar tidak terkesan datang dengan tangan kosong, Shen Qiao telah membeli hadiah kecil di perjalanan. Kini, Yuwen Song menyerahkannya dengan kedua tangannya.

Hadiah itu biasa saja dan tidak menarik perhatian kepala pelayan. Hari ini banyak tamu datang ke keluarga Huang untuk menikmati pesta, termasuk yang datang tanpa undangan. Namun, kediaman Huang adalah keluarga besar dan kaya, jadi mereka tidak keberatan menerima lebih banyak tamu. Kepala pelayan hanya membagi tamu sesuai status mereka, mengarahkan para ahli seni bela diri ke satu tempat, dan para cendekiawan ke tempat lain.

Kepala pelayan itu sudah berpengalaman menghadapi berbagai macam orang. Ketika melihat Shen Qiao membawa kantong kain panjang di punggungnya, yang tampak seperti senjata, ia menjadi lebih waspada. “Bolehkah saya bertanya, apakah Pendeta Tao berasal dari dunia seni bela diri?”

Shen Qiao menggeleng. “Aku hanya tahu sedikit seni bela diri, tidak layak untuk disebut sebagai bagian dari dunia seni bela diri.”

Karena sikap Shen Qiao yang terkesan luar biasa, kepala pelayan tentu saja tidak berani menganggapnya sebagai orang biasa. Selain itu, melihat Yuwen Song yang masih muda namun sudah tampak tampan dan bijaksana, ia pun memutuskan untuk membawa mereka ke tempat duduk yang diperuntukkan bagi para cendekiawan.

Shen Qiao tidak mengenal orang-orang di meja itu, namun karena sifatnya yang ramah dan penuh perhatian, ia cepat bergaul dengan mereka. Ketika orang lain melihat ia mengenakan pakaian pendeta, tak pelak mereka pun bertanya tentang ajaran Tao. Percakapan pun berlanjut, dan tanpa terasa Shen Qiao sudah akrab dengan mereka. Ia mengetahui bahwa mereka adalah para cendekiawan terkenal di kota ini, memiliki reputasi di kalangan akademisi, dan hari ini datang untuk menyaksikan penampilan yueqin Tuan Du. Mereka banyak memuji Tuan Du dengan penuh kekaguman.

Para tamu belum semuanya tiba, sementara tuan rumah sedang sibuk menyambut tamu di tempat lain. Suasana menjadi riuh dengan pembicaraan antar tamu, meski agak berisik, namun tetap terasa hangat. Yuwen Song mendengarkan dengan serius pembicaraan mengenai seni musik, sementara Shen Qiao tanpa sengaja menoleh ke sekeliling dan, dengan sedikit gerakan mata, melihat sosok yang sangat familiar.

Sosok itu begitu dikenalnya hingga ia tidak dapat menahan diri untuk mengeluarkan suara keterkejutan.


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

Keiyuki17

tunamayoo

Leave a Reply